Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

GRADUATION

31 Maret 2012.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Lebaran 1434 H

sabisa-bisa kudu bisa pasti bisa

Kunjungan

Sahabat-sahabat dari Yogyakarta.

Kegiatan

Lomba Penegak Pramuka.

Kamis, 14 Januari 2010

Review Buku

Judul Buku : Menggagas Pendidikan Islami
Penulis : Muhammad Ismail Yusanto
Penerbit : Al Azhar Press Bogor 2004

Sistem pendidikan yang ada di indonesia saat ini adalah sistem pendidikan sekular-materialistik. Sekulerisme dapat diartikan sebagai strukutur kehidupan yang dibangun di atas ladasan selain agama (Islam). Sistem semacam ini terbukti telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yakni seorang hamba yang sholeh, yang muslih, generasi yang cerdas, peduli bangsa dan kelak mampu menjadi pemimpin yang ideal. Hal-hal tersebut diatasdapat disebabkan oleh dua hal. Pertma yaitu Paradigma pendidikan yang keliru, dimana dalam sistem sekuler, asas penyelenggara pendidikan juga sekuler, yakni sekedar membentuk manusia-manusia ang berpaham matrealistik dan serba individulistik. kedua kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksanaan pendidikan, yaitu (1) kelemahan pada lembaga pendidikan formal yang tercermin dari kacaunya kurikulum serta tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah/kampus sebagai medium pendidikan sebagaimana mestinya, (2) kehidupan keluarga yang tidak mendukung, dan (3) keadaan masyarakat yang tidak kondusif.
Oleh karena itu, secara paradigmanatik. Penyelesaian problem pendidikan secara Islami dapat diwujudkan dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh melalui perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi Islami. Sementara pada tataran derivatnya, kelemahan ketiga faktor diatas diselesaikan dengan cara memperbaiki strategi fungsional sesuai dengan arahan Islam.
Secara paradigmatik, pendidika harus dikembalikan pada asas Islam. Dalam pendidikan Islam, aqidah Islam menjadi dasar penentuan arah dan tuiuan pendidikan, penyusunan kurikulum, dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru serta budaya sekolah.
Secara Fungsional, solusi pendidika adal;ah dengan membangun pendidikan unggulan dengan semua komponen cercasis Islai yakni (1) kuriukulum paradigmatic, (2) guru yang amanah dan kafaah,(3) Proses belajar mengajar secara Islami, dan (4) Lingkungan dan budaya sekolah yang kondusif bagi terwujudnya pendidikan unggulan itu.

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

1. Asas Pendidikan Islam
Asas pendidikan Islam adalah aqidah Islam. Asa ini berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sitem belajar menhajar, kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan dan interaksi diantara semua kompnen penyelenggara pendidikan.
2. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan Pendidikan Islam adalah suatu kondisi ideal dari obyek didik yang akan dicapai, kemana seluruh kegiatan dalam sistem pendidikan diarahkan. Maka sebagaimana pengertiannya, pendidikan Islam yang merupakan upaya sadar yang terstruktur, terprogram dan sistematis bertujuan untuk membentuk manusia yang (1) berkepribadian Islam, (2) menguasai tsaqofah Islamiyah, (3) menguasai ilmu kehidupan (sainsteknologi dan keahlian) yang memadai.
a. Membentuk Kepribadian Islam (Syakhsiyyah Aslamiyyah)
Tujuan pertama ini merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim, yakni sebagai seorang muslim ia harus memegang erat identitas kemuslimannya dalam seluruh aktivitas hidupnya. Identitas ini menjadikan kepribadian yang tampak pada pola berpikir (aqliyah) pada pola bersikapnya (nafsiyah) yang dilandaskan pada ajaran Islam.
Pada prinsipnya terdapat tiga langkah dalam diri seseorang sebagaimana yang pernah diterapkan Rasululah SAW. Pertama, menanamkan aqidah Islam kepada yang bersangkutan dengan metode yang tepat, yakni yang sesuai dengan kategori aqidah sebagai aqidah aqliyah (aqidah yang keyakinannya dicapai dengan melalui proses berpikir). Kedua, mengajaknya bertekad bulat untuk senantiasa menegakkan bangunan cara berpikir dan berprilaku diatas fondasi ajaran Islam semata. Ketiga, mengembangkan kepribadiannya dengan cara membakar semangatnya untuk bersungguh-sungguh dalam mengisi pemikirannya dengan Tsaqofah Islamiyyah dan mengamalkannya dan memperjuangkannya dalam seluruh aspek kehidupannya sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT.
Pendidikan, melalui berbagai pendekatan, harus menjadi media untuk membentuk dasar pembentukan, peningkatan, pemantapan dan pematangan kepribadian peserta didik. Semua komponen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan termasuk semua kegiatan yang dilakukan maupun interaksi diantara komponen diatas harus diarahkan bagi tercapainya tujuan yang pertama ini.
b. Menguasai Tsaqofah Islamiyah
Tujuan kedua ini menjadi konsekuensi (lanjutan) kemusliman seseorang. Islam mendorong setiap muslim untuk menjadi manusia yang berilmu dengan cara men-taklif-nya (memberi beban hukum) kewajiban menuntut ilmu. Imam al-Ghazali alam Ihya Ulumuddin, membagi ilmu dalam dua kategori dilihat dari segi kewajiban menuntutnya. Pertama, ilmu yang dikategorikan sebagai fardlu ‘ain, yakni ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu muslim. Ilmu yang termasuk dalam golongan ini adalah ilmu-ilmu tsaqofah Islam, yakni pemikiran, ide dan hukum-hukum (fiqih) Islam, Bahasa Arab, Sirah Nabawiyah, Al-Qur’an, Al-Hadits dan sebagainya. Kedua, adalah ilmu-ilmu yang dikategorikan sebagai fardlu kifayah, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh sebagian umat Islam. Ilmu yang termasuk dalam golongan iniadalah sains dan teknologi serta berbagai keahlian, seperti kedokteran, pertanian, teknik dan sebagainya yang sangat diperlukan bagi kemaujuan material masyarakat.
Berkaitan dengan Bahasa Arab sebagai bagian dari tsaqofah Islam, Rasulullah SAW telah menjadikan bahasa ini sebagai bahasa umat Islam yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pendidikan. Karenanya, setiap muslim, termasuk yang bukan Arab sekalipun, wajib mempelajari Bahasa Arab. Imam Syafi’I dalam kitab Al-Risalah Fi ‘Ilmi Ushul menyatakan “Allah SWT mewajibkan seluruh umat untuk mempelajari lisan arab dengan tekun dan sungguh-sungguh agar dapat memahami kandungan Al-Qur’an dan untuk beribadah”.
Dorongan kuat agar setiap muslim mempelajari tsaqofah Islamiyyah disamping sains dan teknologi, membuktikan bahwa Islam membentengi manusia dengan menjadikan aqidah Islam sebagai satu-satunya asas bagi kehidupan seorang muslim, termasuk dalam tata cara berpikir, berkehendak, sehingga setiap tindakannya terlebih dulu diukurnya dengan standar ajaran Islam. Hanya dengan itu setiap muslim memiliki pijakan yang sangat kuat untuk maju sesuai dengan arahan Islam.
c. Menguasai Ilmu Kehidupan (Iptek dan Keahlian)
Pada hakikatnya ilmu pengetahuan terdiri atas dua hal, yakni pengetahuan yang dapat mengembangkan akal pikiran manusia sehingga dapat menentukan suatu tindakan (aksi) tertentu dan pengetahuan mengenai perbuatan itu sendiri. Berkaitan dengan akal, Allah telah memuliakan manusia dengan akalnya. Akal akan membimbing manusia ke jalan yang benar.
Sementara, dalam banyak ayat Allah SWT juga menyerukan untuk menggunakan akalnya dan memanfaatkannya supaya dapat memikirkan dan merenungkan ciptaan Allah sehingga bisa didapat sains dan aplikasinya berupa teknologi. Dari situlah akan membuahkan tambahan keimanan kepada Allah SWT, terhadap keesanNya, kekuasaanNya, dan keagunganNya. Disinilah pentingnya akal manusia, dimana melalui proses berpikirnya akan mampu menghantarkan manusia kepada keimanan.

3. Unsur Pelaksanaan Pendidikan
Berdasarkan pengorganisasian, proses pendidikan bisa dibagi menjadi dua, yakni secara formal di sekolah dan secara nonformal di luar sekolah atau lingkungan, yakni keluarga dan masyarakat.
a. Pendidikan di sekolah
Pendidikan di sekolah pada dasarnya merupakan proses pendidikan yang diorganisasikan secara formal berdasarkan struktur hearikis dan kronologis, dari jenjang taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Selain mengacu pada tujuan pendidikan yang diterpkan secara berjenjang, berlangsungnya proses pendidikan di sekolah sangat bergantung pada keberadaan subsistem-subsistem lain yang terdiri atas: peserta didik; manajemen penyelenggaraan sekolah; struktur dan jadwal waktu kegiatan belajar-mengajar; materi bahan pengajaran yang diatur dalam seperangkat sistem yang sistemis atau yang disebut sebagai kurikulum; tenaga pendidikan; alat bantu belajar (buku tes, papan tulis, laboratium, dan audiovisual); teknologi yang terdiri dari perangkat lunak (strategi dan taktik pengajaran) serta peranglat keras (peralatan pendidikan); fasilitas atau kampus beserta perlengkapannya; kendali mutu yang bersumber atas terget pencapaian tujuan; penelitian untuk pengembangan kegiatan pendidikan; dan biaya pendidikan guna melancarkan kelangsungan proses prndidikan.
Berdasarkan Sirah Rasul dan Tarikh Daulah Khalifah, pendidikan formal dapat dideskripsikan sebagai berikut:
· Kurikulum pendidikan, mata ajaran, dan metodologi pendidikan disusun berdasarkan pada Aqidah Islam.
· Tujuan penyelenggara pendidikan Islam merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan Islam yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan.
· Sejalan dengan tujuan pendidikannya, waktu nelajar untuk ilmu-ilmu Islam (tsaqofah Islamiyyah) diberikan dengan proporsi yang disesuaikan dengan pengajaran ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keahlian).
· Pelajaran ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keahlian) dibedakan dari pelajaran guna membentuk syakhsiyyah Islamiyyah dan tsaqofah Islamiyyah. Materi untuk membentuk syakhsiyyah Islamiyyah mulai diberikan di tingkat dasar sebagai materi pengenalan dan kemudian meningkat pada pembentukan dan peningkatan setelah usia peserta didik menginjak baligh (dewasa). Sementara materi tsaqofah Islamiyyah dan pelajaran ilmu-ilmu kehidupan diajarkan secara bertingkat dari mulai tingkat dasar hingga pendidika tinggi.
· Bahasa Arab menjadi bahasa pengantar di seluruh jenjang pendidikan, baik negri maupun swasta.
· Materi pelajaran yang bermuatan pemikiran, ide dan hukum yang bertentangan dengan Islam, seperti ideologi sosialis/komunis atau liberal/kapitalis, aqidah ahli kitab dan lainnya termasuk sejarah asing, bahasa maupun sastra asing dan lainnya, hanya diberikan pada tingkat pendidikan tinggi yang tujuannya hanya untuk pengetahuan, bukan untuk diyakini dan diamalkan.
· Pendidikan di sekoah tidak membatasi usia. Yang ada hanyalah batas usia wajib belajar bagi anak-anak, yakni mulai umur 7 tahun berdasarkan pada hadits: “Perintahkanlah anak-anak mengerjakan shalat di kala mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka apabila meninggalkan shalat pada usia 10 tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (pada usia tersebut pula)”. (HR. Al-Hakim dan Abu Daud dari Abdullah bin Amr bin Ash).
· Penyelenggara kegiatan olah raga dilangsungkan secara terpisah bagi murid laki-laki dan perempuan.
· Pendidikan diselenggarakan oleh negara secara gratis atau murah. Swasta bisa menyelenggarakan pendidikan asal visi, misi dan sistem pendidikan yang dikembangkan tidak keluar dari ajaran Islam.
b. Pendidikan di keluarga
Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama. Pembinaan kepribadian, penguasaan dasar-dasar tsaqofah Islam dilakukan melalui pendidikan dan pengalaman hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di keluarga, utamanya orang tua. Keluarga ideal berperan menjadi wadah pertama pembinaan keislaman dan sekaligus membentengi dari pengaruh-pengaruh negatif yang berasal dari luar. Dalam dakwahpun, sebelum kepada masyarakat luas, seorang muslim diperintahkan untuk berdakwah terlebih dahulu kepada anggota keluarga dan kerabat dekatnya.
c. Pendidikan di tengah masyarakat
Hampir sama dengan pendidikan di keluarga, pendidikan di tengah masyarakat juga merupakan proses pendidikan sepanjang hayat, khususnya berkenaan dengan praktek kehidupan sehari-hari yang dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di masyarakat, yakni tetangga, teman pergaulan, lingkungan serta sistem nilai yang berjalan.
Dalam sistem Islam, masyarakat merupakan salah satu elemen penting penyangga tegaknya sistem selain ketaqwaan individu serta keberadaan negara sebagai pelaksana syari’at Islam. Masyarakat berperan mengawasi anggota masyarakat lain dan penguasa dalam pelaksanaan syari’at Islam. Masyarakat Islam terbentuk dari individu-individu yang dipengaruhi oleh perasaan, pemikiran, dan peraturan yang mengikat mereka sehingga menjadi masyarakat yang solid. Lebih dari itu, masyarakat Islam memiliki kepekaan indera. Tubuh yang hidup akan turut merasakan sakit saat anggota tubuh lain terluka. Dari sinilah maka amar ma’ruf nahi munkar menjadi bagian yang paling esensial yang sekaligus membedakan masyarakat Islam dengan masyarakat lainnya.
Ketaqwaan individu masyarakat disamping ditentukan oleh upaya pribadi, juga sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan anggota masyarakat lain dan nilai-nilai yang berkembang di tengah masyarakat. Dalam masyarakat Islam, seseorang yang berbuat tidak akan berani melakukan secara terang-terangan, atau bahkan tidak berani melakukan sama sekali. Kalaupun ada yang tergoda untuk berbuat maksiat, ia akan terdorong segera bertaubat atas kekhilafannya dan kembali pada kebenaran.