Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

GRADUATION

31 Maret 2012.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Lebaran 1434 H

sabisa-bisa kudu bisa pasti bisa

Kunjungan

Sahabat-sahabat dari Yogyakarta.

Kegiatan

Lomba Penegak Pramuka.

Senin, 28 November 2011

Silaturahim dan Kecerdasan Sosial


Yogyakarta, 23 November 2011 pukul 08.50 WIB.

Wahai manusia, tebarkanlah salam, beri makan orang-orang yang kelaparan, eratkan tali persaudaraan, shalatlah dikeheningan malam dikala manusia terlelap dalam tidurnya, maka kamu dijamin masuk surga dengan penuh kedamaian (HR. Ahmad)

Memahami perasaan orang lain,,, kalimat yang secara tidak langsung menstimulasi otak saya untuk bertanya “kenapa kita harus memahami perasaan orang lain dan apa manfaatnya ketika kita bisa memahami orang lain?”. Kalimat memahami perasaan orang lain ini saya banyak temukan dalam buku Social intelligence nya  Goleman (2007) yang juga penulis buku emotional Intelligence. Buku ini saya pinjam sekitar 5 hari yang lalu (saya menulis ini  pada 23-11-2011) di perpustakaan Muh. Hatta kampus terpadu Universitas Islam Indonesia (UII).

Memahami orang lain adalah salah satu bentuk dari kecerdasan sosial, yang lahir dari adanya kecerdasan emosi (yang konon katanya bisa menentukan tingkat sukses seseorang). Goleman (2007) menjelaskan bahwa  Kita memiliki dua macam   fikiran, yang satu fikiran rasional dan satu lagi adalah fikiran emosional (merasa).  Dua macam fikiran ini memiliki kendali rasional terhadap pola fikir, yaitu semakin kuat perasaan, semakin dominan pikiran emosional-dan semakin tidak efektif perasaan rasional (begitu juga mungkin sebaliknya) tegas Goleman (2007). Goleman (2007) menambahkan bahwa Setinggi-tingginya, IQ menyumbang kira-kira 20 persen bagi faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen lagi diisi oleh kekuatan-kekuatan lain ( seperti kecerdasan emosi atau sosial). Ciri-ciri kecerdasan emosi ini antara lain memiliki kemampuan untuk: memotivasi diri, dan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir; berempati dan berdoa.

Pada tahun 1920, tak lama setelah meledaknya antusiasme awal tentang tes IQ yang pada waktu itu masih baru, psikolog Edward Thorndike membuat rumusan orisinil tentang “kecerdasan sosial”. Ia merumuskan kecerdasan sosial sebagai “kemampuan untuk memahami dan mengelola orang lain”.KOnsep kecerdasan itu tidak sebatas disana. Kecerdasan sosial itu juga berbicara tidak hanya tentang relasi kita dengan orang lain, namun juga dalam relasi itu sendiri.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dengan adanya “interaksi”dengan orang lain. Dengan kemajuann teknologi, interaksi tidak hanya bisa dilangsungkan dengan pertemuan secara langsung (face to face) tapi sekarang sudah  banyak teknologi (seperti HP dll) yang bisa mengantar seseorang berinteraksi dan tentunya lebih memudahkan. Tapi sayang, hal itu sedikit demi sedikit mengikis kepekaan kita dengan lingkungan social kita berada. Kadang ketika kita sibuk berinteraksi di dunia maya seperti smsan, chatting, buka FB, twiter dan sebagainya di jalan, kita tidak bisa menghiraukan sekitar, padahal ada orang tua yang kita lewati yang kita tidak sapa. Kita bisa saja (suatu saat) kehilangan emosi, seperti kita tidak bisa menangis atau tertawa. Hati-hati saja. Bisa terbayang bagaimana jadinya seseorang tanpa emosi?? Ingatlah sabda Rasulullah bahwa “Orang mukmin itu familiar dan mudah berkawan. Tidak ada kebaikan pada orang yang tertutup dan tidak bersahabat. Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia (HR. Ad Daruqutni)”. Dari sana tersirat bahwa Islam memang agama yang tidak hanya mengurusi masalah keakhiratan saja, Islam juga merupakan agama yang peka dengan nilai-nilai sosial. Lihatlah betapa cerdasnya nabi mengungkapkan bagaimana kecerdasan ideal yang harus dimilki oleh seorang mukmin.

Untuk menumbuhkan kecerdasan sosial Islam mengenalkan sebuah istilah yang dinamkan dengan Silaturrahim (Menghubungkan kasih sayang). Rasullullah menyampaikan sektar 14 abad yang lalu bagaimana dampak positif yang bisa didapat dari Silaturahim ini. Silaturahim bisa menambah rejeki dan memanjangkan umur. Menambah rejeki karena biasanya dalam silaturahim itu ada sesuatu yang dihidangkan, atau kadang-kadang kita dapat bingkisan saat pulang, atau bisa saja kalo kita rajin silaturahim pas kita lagi kehujanan kita bisa di ajak naik mobil kawan kita yang biasa kita kunjungi. Dengan Silaturahim saudara akan bertambah, dan bertambahnya saudara bisa memudahkan urusan-urusan kita (tidak menutup kemungkinan juga dalam proses penjemputan rejeki kita). Kemudian silaturahim juga bisa memanjangkan umur, karena dengan silaturahim kita bisa membangun hubungan baik dengan orang lain. Kutipan Goleman tentang hubungan baik ini bahwa orang yang menjalin hubungan baik ia bisa  menjadi lebih kreatif, dan lebih efisien dalam mengambil keputusan. Ketika kita lebih kreatif dan efisien dalam mengambil keputusan maka setiap persoalan yang kita miliki (yang bisa saja persoalan itu jika tidak bisa dikelola akan menumbuhkan penyakit yang secara tidak langsung bisa mempercepat kematian) bisa kita selesaikan. Dengan hal itu maka hidup kita akan penuh dengan harapan yang bisa membuat kita lebih sehat.

Kembali ke pertanyaan awal saya tentang kenapa kita harus bisa merasakan orang lain dan apa manfaatnya? saya akan menjawab bahwa “kita harus peka dengan lingkungan, karena kita adalah makhluk sosial yang sering berinteraksi dengan orang lain. Merasakan kehadiran orang lain, merasakan kesusahan orang lain, atau membantu orang lain menyelesaikan masalahnya bisa membuat keadaan kita lebih baik. kita bisa lebih sehat, kita bisa lebih produktif, kita bisa lebih kuat bertahan dalam perubahan-perubahan dunia atau bahkan mungkin saja kita bisa  merubah dunia itu sendiri enjadi lebih baik. Merasakan orang lain adalah bentuk upaya untuk membangun sebuah hubungan yang baik, yang dengan hal itu kita tidak hanya memilki nilai plus dunia,tapi juga kita punya nilai plus akhirat.  Merasakan orang lain adalah upaya kita menjadi orang-orang yang bermanfaat bagi orang lain. Akhirnya mari kita sama-sama menjalin Silaturahim dengan orang lain.

Itu pendapat saya, bagaimana pendapat anda?


Daftar Pustaka

Goleman, Daniel. 2007. Emotional Intelligence (cetakan ketujuh belas). Jakarta: Gramedia

_____________. 2007. Social Intelligence .  Jakarta: Gramedia

 

Kamis, 17 November 2011

BAHAGIA


Mari Berbahagia dan terus berbahagia

Dengan apa?

Dengan harapan bahagia

dengan melakukan hal-hal yang membahagiakan

menjalankan kebahagiaan


Mari berbahagia

membagi  cinta ke penjuru dunia

menumbuhkan semangat kebahagiaan

dengan bahagia


Mari berbahagia

Karena bahagia adalah pilihan kita

Mari berbahagia

Meniti jalan kebahagiaan

titian jalur kesejatian


teruslah menebar Bahagia

Buat semua bahagia

Dan Kita BERBAHAGIA dengan kebahagiaan..