Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

GRADUATION

31 Maret 2012.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Lebaran 1434 H

sabisa-bisa kudu bisa pasti bisa

Kunjungan

Sahabat-sahabat dari Yogyakarta.

Kegiatan

Lomba Penegak Pramuka.

Senin, 30 September 2013

Mimpi Remaja: Blind Analisis terhadap mimpi remaja perempuan (Ringkasan Jurnal)



Oleh:
Bulkeley, K. (2012). Dreaming in adolescence: A “blind” word search of a teenage girl's dream series. Dreaming, 22(4), 240-252. doi:10.1037/a0030253

Latar Belakang
Riset sistematis tentang isi mimpi di masa kecil (Foulkes, 1999) dan dewasa (Domhoff, 1996; Hall, 1966) telah menunjukkan bahwa mimpi mencerminkan kekhawatiran emosional individu dalam kehidupan terjaganya. Isi mimpi pada masa remaja kurang mendapat perhatian, tetapi penelitian saat ini telah menghasilkan Dua temuan umum yang menonjol, yaitu:
Pertama, perubahan isi mimpi selama masa remaja, berhubungan dengan pergeseran dalam perkembangan kognitif dan sosial. Dalam analisis laboratorium Foulkes tentang mimpi REM anak-anak Amerika, usia 3-15, ia menemukan bahwa pada usia remaja pola isi mimpi telah bergeser ke tingkat kegiatan sosial dan kognitif yang lebih tinggi ( Foulkes, 1999). Kemudian  studi longitudinal Strauch  (2005) tentang mimpi REM,  pada  24 anak Swiss, usia 9-15, menemukan bahwa unsur-unsur aneh pada isi mimpi menurun dengan bertambahnya usia, sedangkan plot mimpi menjadi lebih kompleks aktif, dan berbentuk verbal. Maggiolini, Azzone, Provantini, dan Vigano (2003) dalam analisis mimpi pada 326 anak-anak Italia, usia 11-19, menunjukkan bahwa kata-kata yang berhubungan dengan "keluarga" menurun selama usia remaja. Siegel (2005) menyimpulkan bahwa anak-anak yang tubuh dewasa, mereka lebih mampu mengingat mimpi, kemudian narasi mimpi mereka meningkat lebih panjang, dan mereka memiliki interaksi karakter yang lebih rumit.
Temuan umum kedua menujukan bahwa gadis remaja tampaknya lebih rentan daripada anak laki-laki dengan mimpi buruk yang berulang. Nielsen et al (2001), berbasis penelitian kuesioner pada mimpi 610 orang Kanada dengan usia 13-16, mengungkapkan bahwa remaja perempuan melaporkan mimpi lebih buruk pada setiap usia, yang tidak terjadi ketika anak-anak. Nielsen et al. menyimpulkan bahwa "Temuan ini menyoroti prevalensi mimpi mengganggu untuk remaja perempuan". Oberst, Charles, dan Chamarro (2005) melakukan studi terhadap 120 anak Spanyol usia 7-18. Mereka menemukan bahwa anak-anak saat bertambah dewasa, lebih sedikit menjadi korban agresi dalam sebuah mimpi. Tapi ini tidak berlaku bagi remaja perempuan, yang relatif lebih tinggi mengalami menjadi korban di segala usia dalam mimpi. Jones dan Schulze memerikasa secara mendalam kehidupan impian lima gadis Eropa Utara antara usia 13 dan 18 dan menemukan banyak hubungan antara masalah emosional gadis-gadis  dalam kehidupan terjaga dan tema mimpi yang negatif - dalam mimpi mereka (Jones & Schulze, 2005). Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa isi mimpi merupakan barometer emosional terutama kesulitan dan tantangan yang dihadapi oleh remaja perempuan.
Artikel ini merupakan bagian dari serangkaian anslisis dari 223 mimpi yang telah dicatat dalam buku harian pribadi seorang gadis Amerika, "Bea" (bukan nama sebenarnya) dari usia 14 sampai 21. Hasil analisis ini memberikan pemahamana di mana isi mimpi mencerminkan minat, keprihatinan, dan kesulitan emosional seorang gadis remaja.

Metode dan Partisipan
Dalam penelitianya, peneliti menggunakan metode blind word searches, untuk memberikan hasil yang lebih tepat, rinci, dan tujuan daripada yang ditawarkan oleh beberapa penelitian sebelumnya. Partisipan alam peneleitian ini adalah seorang gadis Amerika, "Bea" (bukan nama sebenarnya). Bea dihubungi G. William Domhoff pada awal 2010 setelah membaca sebuah artikel di majalah The New York tentang penelitiannya. Dia menawarkan untuk membiarkan dia mempelajari buku harian Bea tentang mimpi-mimpinya, yang telah dijaganya selama beberapa tahun untuk kepentingan pribadinya sendiri. Setelah memperoleh persetujuannya, Domhoffmenawarkan agar peneliti mempelajari mimpi Bea secara dengan “blind basis”,  dengan tidak mengetahui apa-apa tentang kehidupan pribadinya, hanya sebagai tindak lanjut dari penelitian tentang seri mimpi "Van" (Bulkeley & Domhoff, 2010). Studi baru dari seri Bea merupakan upaya untuk memperluas pendekatan Blind-analysys dengan menerapkannya pada daerah yang relatif tidak dikenal penelitian, yaitu, mimpi remaja.
Diary Bea dibagi menjadi dua set mimpi, pertama seri disaat Bea di sekolah menengah (N = 183), yang sebagian besar saat Bea berusia 14 sampai 16, dan yang lainnya saat tahun-tahun pertamanya di perguruan tinggi (N = 40), saat Bea berusia 18 -21. Bea kemudian mengirim Domhoff 63 laporan mimpi lain dari kedua periode waktu, sehingga total menjadi 286 mimpi. Laporan-laporan tambahan tidak digunakan selama Blind analysys,hanya laporan pada dua set awal saja yang menjadi bahan analisis.
Setelah menjelaskan kepada Bea batas analisis mimpi, meyakinkan kerahasiaannya, Domhoff meneruskan dua set mimpi kepada peneliti dengan tidak ada informasi dari luar bahwa yang  dianalisis merupakan seorang gadis. Peneliti tidak tahu usia pemimpi atau situasi sekolah pada masa ia merekam seri-seri mimpi, dan peneliti tidak tahu apa-apa lagi tentang kehidupan nyata nya pada awal studnya.

Hasil dan Kesimpulan
Hasil penelitian ini menujukan bahwa isi mimpi mencerminkan minat, keprihatinan, dan kesulitan emosional seorang gadis remaja. Hubungan terkuat antara mimpi dan terjaga sebenarnya berhubungan dengan masalah emosional daripada perilaku eksternal (Domhoff, Meyer– Gomes, & Schredl, 2005-2006, Hall & Nordby, 1972). Artinya mimpi lebih erat kaitannya dengan perasaan-peraan emosional daripada aktifitas sehari-hari. Banyak mimpi buruk tidak mencerminkan pengalaman terjaga yang sebenarnya, tetapi secara akurat, mimpi mencerminkan kemungkinan yang mengerikan, dan skenario terburuk yang bea hadapi saat terjaga. Mimpi buruk Bea mencerminkan kekhawatiran tentang hal-hal yang mungkin terjadi, tetapi belum tentu peristiwa itu sebenarnya terjadi. Dengan demikian penelitian ini menunjukan bahwa mimpi merupakan ekspresi yang bermakna dari kebenaran emosional, terutama di sekitar isu-isu sejarah keluarga dan hubungan pribadi, terutama untuk remaja perempuan.

REFERENSI
Domhoff, G. W., Meyer-Gomes, K., & Schredl, M. (2005–2006). Dreams as the expression of conceptions and concerns: A comparison of German and American college students. Imagination, Cognition and Personality, 25, 269–282. doi:10.2190/FC3Q-2YMR-9A5F-N52M
Domhoff, G. W., & Schneider, A. (2008). Studying dream content using the archive and search engine on DreamBank.net. Consciousness and Cognition, 17, 1238–1247. doi:10.1016/j.concog.2008.06.010
Domhoff, G. W., & Schneider, A. (2008). Similarities and differences in dream content at the cross-cultural, gender, and individual levels. Consciousness and Cognition, 17, 1257–1265. doi:10.1016/j.concog.2008.08.005
Foulkes, D. (1999). Children's dreaming and the development of consciousness. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Hall, C., & Nordby, V. (1972). The individual and his dreams. New York, NY: New American Library.
Jones, A. C., & Schulze, S. (2005). The role of dream analysis for exploring emotional content during early adolescence. Health SA Gesondheid, 10, 33–46.
Maggiolini, A., Azzone, P., Provantini, K., Vigano, D., & Freni, S. (2003). The words of adolescents' dreams: A quantitative analysis. Dreaming, 13, 107–117. doi:10.1023/A:1023354225941
Siegel, A. (2005). Children's dreams and nightmares: Emerging trends in research. Dreaming, 15, 147–154. doi:10.1037/1053-0797.15.3.147
Strauch, I. (2005). REM dreaming in the transition from late childhood to adolescence: A longitudinal study. Dreaming, 15, 155–169. doi:10.1037/1053-0797.15.3.155
Oberst, U., Charles, C., & Chamarro, A. (2005). Influence of gender and age in aggressive dream content of Spanish children and adolescents. Dreaming, 15, 170–177. doi:10.1037/1053-0797.15.3.170

Rabu, 04 September 2013

ENAM ELEMEN BUDAYA MORAL POSITIF DI SEKOLAH

Sekolah memainkan peran penting dalam perkembangan kehidupan seseorang. lingkungan sekolah yang baik akan mengantarkan anak didiknya memiliki perkembangan yang baik. Itulah sebabnya sekolah harus mampu membangun budaya yang baik dan positif, sehingga mampu menghasilka para penerus kehidupan yang semakin baik, genarasi yang penuh kebaikan dan pembawa kebaika. Lickona (1991) berpendapat bahwa kondisi ideal sekolah masa depan perlu menciptakan budaya moral positif denga membnagun enam elemen penting di bawah ini:

  1. Kepemimpinan moral dan akademis dari kepala sekolah
  2. Disiplin sekolah dalam memberikan teladan, mengembangan dan meningkatkan nilai-ilai sekolah dalam keseluruhan lingkungan sekolah
  3. Pengertian sekolah terhadap masyarakat
  4. Pengelolaan sekolah yang melibatkan murid dalam pengembangan diri yang demokratis dan dukungan terhadap perasaan "Ini adalah sekolah kita dan kita bertanggung jawab untuk membuat sekolah ini sekolah sebaik mungkin yang dapat kita lakukan"
  5. Atmosfir moral terhadap sikap saling menghormati, keadilan, dan kerjasama menjadi nyawa bagi setiap hubungan di sekolah
  6. Meningkatkan pentingnya moral dengan mengorbankan banyak waktu untuk peduli terhadap moral mausia
(Lickona, Educating for Character, hal: 454-455)