Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

GRADUATION

31 Maret 2012.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Lebaran 1434 H

sabisa-bisa kudu bisa pasti bisa

Kunjungan

Sahabat-sahabat dari Yogyakarta.

Kegiatan

Lomba Penegak Pramuka.

Sabtu, 28 Desember 2013

Belajar Mengenali Keadaan Jiwa

Alah menciptakan hati dengan tujuan untuk ilmu, hikmah, makrifat, mencintai Allah, menyembahNya, merasakan kebahagiaan saat mengingatNya dan lebih memilih Allah dari pada hasrat yang lain, serta memohon pertolonganNya dari segala hasrat dan anggota tubuh lainnya. Hati yang sakit adalah hati yang tidak mampu lagi menjalankan fungsinya selaras dengan tujuan penciptaannya (Imam Al Ghazali)
 
Keberadaan kita bisa saja sangat terpengaruhi dengan keberadaan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa dilepaskan dari interaksi dengan orang lain. Kita bisa saja menjadi jalan penyebab orang lain membentuk kepribadiannya, dan bisa juga sebaliknya. 

Manusia adalah rangkaian harmois keteraturan alam, yang jika satu orang tidak bisa menjalankan keharusannya, maka akan banyak orang yang mengalami kesulitan/terhalangi untuk bergerak menuju keharusannya. Seperti kisah Al Junaid yang disampaikan dalam  Buku Imam Al Ghazali yang diterbitkan penerbit Mizan Bandung dengan judul "Pengendalian nafsu dalam Perpspektif Sufistik, Metode menaklukan Jiwa" (2013: 12-127)

Al Junaid berkata, "Suatu malam, ketika aku tak dapat tidur, aku bangkit dan membaca doa (wirid). Akan tetapi, tidak kurasakan kebahagiaan yang bisa kurasakan. Aku ingin tidur, namun tidak bisa; aku duduk, namun itu tidak membuatku tenang. Kemudian aku keluar. ternyata di luar kulihat seseorang berbaring di jalan, berselimutkan mantel. Ketika dia mengetahui keberadaanku, dia berkata, 'hai Abu Al Qasim, mengapa lama sekali baru datang?' Aku menjawab 'Iya Tuan. Kenapa anda datang tanpa memberi tahu sebelumnya?' orang itu menjawab, 'Waktu telah ditentukan, aku telah memohon kepada Allah untuk menggerakan hatimu kepadaku'. Aku pun berkata, 'itulah yang terjadi padaku. Oleh karena itu, apa yang engkau perlukan dariku?' orang itu kemudian bertanya, kapan penyakit hati dapat disembuhkan? Aku menjawab, 'ketika jiwamu mengalahkan nafsumu' Kemudian kepada dirinya sendiri orang itu berkata, 'dengar telah tujuh kali jiwaku mejawabmu dengan jawaban ini, tetapi kamu tidak mau juga mendengarkannya kecuali dari Al junaid. Kini Kamu sudah mendengarnya'. lalu tanpa sepengetahuan Al Junaid orang itu pergi'"

Kisah Al Junaid di atas menunjukan bahwa bisa jadi ketenangan atau kebahagiaan itu tidak bisa kita dapatkan karena ada orang lain yang membutuhkan bantuan kita, dan kita belum membantunya. Bisa jadi orang itu orang terdekat dengan kita; dan bisa jadi juga, ketenangan atau kebahagiaan itu merupakan akibat perilaku kita terhadap orang lain. Jika kita pernah menyakiti orang lain, tentu saja jalan ketenangan atau kebahagiaan akan mendapatkan halangan, sehingga kita tidak memiliki perasaan tenang dan bahagia.

Kemampuan kita untuk melihat permasalahan-permasalahan jiwa sangatlah penting. Kita harus peka terhadap keberadaan kita dan adanya orang lain di samping kita. Imam Al Ghazali (2013:119-122) menyarankan bagi kita untuk mengenali keadaan jiwa kita dengan empat hal , yaitu:
  1. Menemui seorang Syaikh yang mampu mengenali kelemahan-kelemahan jiwa, mampu melihat sifat-sifat buruk kita (Mungkin saat ini kita sulit untuk menemukan orang seperti ini, tapi tiga hal selanjutnya bisa menjadi pilihan baik).
  2. Hendaklah dia mencari sahabat sejati, yang memiliki kepekaan hati dan agama yang kuat; yang bersedia untuk menunjukan kesalahan-kesalahan kita. "Jadi jangan takut dengan keritik ya :D"
  3. Mengambil pelajaran dari orang yang memusuhi kita, tentang bagaimana kelemahan-kelemahan kita
  4. Bergaul dengan masyarakat, melihat kekurangan yang ada pada masyarakat tersebut dan berintrospeksi seakan-akan keburukan itu juga ada pada kita.
Semoga kita dimudahkan untuk senantiasa melihat keadaan jiwa kita dan segera memperbaikinya; dan semoga kita senantiasa mendapat petunjuk kebenaran dan mau menjalankannya.

Allahu'alam
Hasbunallah wanikmal Wakil

Kamis, 26 Desember 2013

Belajar Memulai dari Diri Sendiri

Kita tidak boleh malu untuk mengakui kebenaran dan menganutnya dari manapun (dan siapapun) ia datang. Bahkan, sekalipun ia datang dari generasi terdahulu dan bangsa-bangsa asing. Bagi orang yang mencari kebenaran, tidak ada nilai yang lebih tinggi daripada kebenaran itu sendiri; ia tidak pernah merendahkan dan mencela orang yang mencarinya, tetapi justru menghargai dan menghormati nya (Al Kindi)


Alkisah, pada suatu ketika seorang raja ingin menguji kesadaran para warganya. Raja memerintahkan agar setiap orang, pada suatu malam yang ditetapkan, membawa madu untuk dituangkan dalam bejana yang telah disediakan di puncak bukit dekat kota. Seluruh warganya memahami keinginan sang warga dan mereka menyatakan bersedia untuk melaksanakan perintahnya.
Tiba pada waktu yang telah ditentukan,  seorang warga kota  (sebut saja si A) memiliki fikiran untuk mengelak, karena ia beranggapan bahwa sang Raja tidak akan tahu kalau hanya ia sendiri yang tidak membawa Madu. Dalam fikirannya ia akan membawa air. Menurutnya, sesendok air tidak akan mempengaruhi bejana madu yang telah dibawa oleh orang lain, apalagi itu dibawa pada malam hari yang gelap, pasti tidak akan ketahuan.
Kemudian apa yang terjadi? Sang Raja kaget, ternyata seluruh bejana yang telah disediakan untuk madu terisi air. Rupanya seluruh warga berfikiran sama dengan si A. Mereka mengharapkan warga lain untuk membawa madu sambil membebaskan diri dari tangung jawab. Dan si Rajapun kecewa atas perilaku warganya.
Kisah simbolik seperti ini mungkin saja sering terjadi dalam kasus sehari-hari. Misalnya saat kita buang sampah, kita mungkin berfikir, “sebuah keresek tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap lingkungan kita”, dan ternyata fikiran itu ada di semua orang. Alhasil, lingkungan kita menjadi gunung sampah keresek. Ibarat gigi-gigi mesin yang saling bergesekan untuk bergerak, maka jika satu gigi tidak bergerak, maka laju gigi-gigi lain pun akan terhambat. Oleh karena itu, kita tidak bisa mengandalkan orang lain untuk berbuat baik. Kita sendiri yang harus mau berbuat baik. Diri kitalah yang harus berbuat baik. Maka mulailah dari diri sendiri. Setiap orang adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Berbuat baik terhadap diri sendiri, terhadap orang di sekitar, terhadap alam dan terhadap Allah merupakan cerminan Akhlak. Akhlak yang baik merupakan dasar berjalannya roda kehidupan yang baik. Akhlak yang baik akan membantu timbangan manusia di hari kiamat, bahkan di dunia pun, akhlak menjadi bahan pertimbangan kualitas seseorang. Karena itu Rasulullah saw. diutus oleh Allah dengan misi menyempurnakan akhlak yang baik pada manusia. 
      Maka berbuat baiklah dari diri sendiri, karena bila bukan kita yang berbuat baik, lalu siapa lagi? Tetapi bila hanya untuk kita saja kebaikan kita memangnya siapa kita? Mulailah berbuat baik dari diri sendiri, saat ini, dan dari hal-hal terkecil. Semoga kita menjadi orang yang selalu berbuat baik di mana saja, kapan saja, untuk siapa saja.
Allahu’alam
Hasbuallah wanikmal wakil

Senin, 16 Desember 2013

Traveler (Tidak ke mana-mana, tapi ada di mana-mana)












Belajar dari Mandela



5 Desember 2013, warga Afrika Selatan berkabung. Mantan presiden mereka Nelson Mandela, yang juga merupakan presiden kulit hitam pertama wafat dalam usia 95 Tahun. Disinyalir komplikasi Pneumonia (suatu infeksi pada paru-paru) menjadi penyebab kematian beliau. Kontribusiya yang besar terhadap kehidupan di negaranya, membuat dia dikenang oleh seluruh warga Afrika Selatan, dan itu nampak terlihat selama hampir kurang lebih sepekan Para pelayat banyak berdatangan untuk mengucapkan belasungkawa kepada keluarga Mandela, dan di saat pemakamanpun, terlihat bejuta-juta  pasang mata menyaksikan haru, ditinggal pemimpin yang dicintai, pemimpin yang telah memberikan banyak kontribusi positif bagi dunia pada umumnya, dan Afrika selatan pada khususnya. Pepatah lama mengatakan bahwa Kebajikan seseorang akan terlihat lebih jelas ketika seseorang itu telah selesai menjalankan kehidupannya.

Nelson Mandela merupakan seorang pemimpin yang memiliki Visi hidup  jauh ke depan. Visi berarti dengan mata batin melihat kemungkinan yang terdapat di dalam diri orang, dalam proyek, dalam hal-hal yang  pantas diperjuangkan, dan dalam usaha kita. Visi ini jugalah yang merupakan salah satu atribut penggerak perubahan dunia dari dulu. Stephen Covey (2005) menuturkan dalam bukuya The 8 Habbit bahwa Nelson Mandela, melewatkan hampir dua puluh tujuh tahun masa hidupnya di penjara, karena pembangkangannya melawan rezim Apartheid. Kendati demikian, dalam mengarahkan hidupnya Mandela lebih ditentukan oleh angan-angannya daripada oleh ingatannya. Dia dapat membayangkan suatu dunia yang jauh lebih luas daripada batas-batas pengalaman dan ingatannya terhadap masa hidupnya di penjara, ketidakadilan, perang dan perpecahan suku. Jauh di dalam jiwanya bergaung sebuah keyakinan terhadap nilai dari setiap warga negara Afrika Selatan.

Visi merupakan sebuah dorongan yang timbul dari adanya bisikan suara nurani dari dalam diri (Covey, 2005: 436).  Nurani adalah kesadaran moral kita mengenai apa yang baik dan buruk, dan dorongan untuk menggapai makna dan memberi sumbangan nyata. Nurani adalah kekuatan yang mengarahkan kita dalam menggapai visi, mendayagunakan disiplin dan gairah hidup. Nurani amat bertentangan dengan kehidupan yang didominasi oleh ego atau keakuan kita. (Stephan Covey, 2005: 98). Mandela berusaha keras untuk mendengarkan suara hatinya, sehingga ia mendapat dorongan untuk senantiasa melayani kebutuhan orang lain. Cara inilah merupakan cara terbaik untuk "menemukan suara kita" dan "mengilhami orang lain untuk menemukan suara mereka". Mandela menuturkan:

“Pada awalnya, sebagai seorang pelajar, saya hanya menginginkan kebebasan bagi diri saya sendiri, kebebasan yang bersifat sementara, yakni untuk bisa keluar rumah di malam hari, membaca apa yang saya inginkan, dan pergi ke tempat yang saya pilih. Selanjutnya sebagai seorang pria muda di Johannesburg, saya amat merindukan kebebasan-kebebasan dasar dan terhormat untuk mencapai potensi diri saya, bekerja dengan jujur, menikah, dan membesarkan keluarga; pendek kata, kebebasan untuk menjalani kehidupan yang sesuai hukum tanpa dihalangi. Tetapi, saya perlahan-lahan melihat bahwa bukan hanya saya yang tidak bebas, tetapi saudara-saudara lelaki dan perempuan saya pun ternyata tidak bebas... inilah saat ketika rasa lapar untuk mendapatkan kebebasan saya sendiri berubah menjadi rasa lapar yang lebih besar untuk kebebasan saudara-saudara saya. Hasrat untuk mendapatkan kebebasan saudara-saudara saya agar mereka bisa menjalani kehidupan mereka dengan terhormat dan penuh penghargaan diri itulah yang menggerakkan kehidupan saya. Itulah yang mengubah seorang pria muda yang penakut menjadi seseorang yang tegar, yang mendorong seorang pengacara yang patuh hukum menjadi seorang "kriminal", yang mengubah seorang suami yang mencintai keluarganya menjadi seorang lelaki gelandangan... Bukan bahwa saya lebih bermoral atau bersedia berkorban lebih daripada orang lain, tetapi saya menemukan bahwa saya sama sekali tak bisa menikmati kebebasan yang buruk dan terbatas yang saya dapatkan saat saya mengetahui bahwa saudara-saudara saya tidak bebas.”

Selain itu, Mandela merupakan seseorang yang menjunjung tinggi moralitas, salah satu buktinya adalah usahanya untuk membebaskan warga Afrika Selatan dari Apharteid yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, dengan memberantas rasisme, kesenjangan, dan mendorong rekonsiliasi rasial; bayak melakukan aktivitas amal demi memberantas kemiskinan dan HIV/AIDS melalui Nelson Mandela Foundation.

Masyarakat saat ini sangat memberikan perhatian terhadap nilai dan Moralitas seseorang. Nilai adalah harga (benar, baik, indah,) dan Moralitas itu sendiri merujuk kepada tingkah laku seseorang. Di jaman sekarang, banyak pemimpin yang sering menyalahgunakan kekuasaan nya. Semua itu terjadi karena ia tidak memegang nilai-nilai pentig, tidak menjaga moralitasnya, alih-alih menjadi pemimpin yang dikenang atau dikagumi, justru dengan tidak adanya moralitas pemimpin akan semakin jatuh di mata rakyatnya. Covey  (2005: 103) menuturkan bahwa kepemimpinan tanpa wibawa moral pasti akan gagal. 

Tolak ukur seseorang memang dilihat dari moralitasnya. Rasulullah telah menegaskan bahwa Ia di utus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang baik, untuk mengajari manusia agar memiliki moralitas yang baik. Untuk itu, belajar dari orang-orang besar di dunia, pasti tidak bisa dilepaskan dari kemampuan para tokoh-tokoh tersebut melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan, menjalankan setiap perilakunya (keputusan/kebijakan nya) dengan dasar moralitas tinggi (wujud kritasliasi nilai yang dipegangya), sehingga ia mampu berbuat yang terbaik bagi semua orang; menjadi pribadi yang bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. “Sebaik-baik manusia, adalah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain”.

Semoga kita bisa belajar dari siapapun, dari apapun, dimanapun, dan kapanpun.

Allahu’alam
Hasbunallah waikmal wakil

Aku jatuh Cinta, Aku berbicara


Bagi saya, berbicara tentang menyukai atau disukai, Keritis atau apatis, berumah tangga atau bekerja, atau mungkin membicarakan  kata-kata “galau”  itu ada fasenya. Banyak hal yang bisa melatar belakangi atau yang bisa mempengaruhi kenapa perbincangan-perbincangan tersebut hadir, salah satunya adalah fase perkembangan manusia. Manusia terus berkembang menuju ke kematangan, baik itu fisik, logika, emosi, atau spirituanya.

Begitu juga dalam tulisan ini. Tulisan ini saya tulis ketika saya sadar kalau sekitar semingguan ini, apa yang didiskusikan dan diperbincangkan dengan teman-teman saya, selalu saja ada yang mengarah ke istilah “Nikah”, sebagai pembuktian cinta (entahlah perbincangan-perbincangan yang saya lakukan itu memang benar-benar sengaja diarahkan ke sana, atau hanya main-main untuk mencairkan suasana), tapi yang jelas hal itu cukup membuat saya berfikir (melakukan screening awal kepada siapa seharusnya saya mencintai sekarang ini) ke manakah arah itu harus saya tujukan saat ini

Dua tulisan saya dulu saya beri judul “berbicara Cinta, aku jatuh Cinta”. Untuk tulisan ini saya kasih judul “Aku jatuh cinta, aku berbicara”. Mengingat cinta itu perlu dibicarakan jangan dipendam (bukan karena takut jerawat lho), cinta itu adalah kebutuhan.  “Cinta itu adalah kewajaran, dan harus dilakukan dengan wajar”,. Wajar maksudnya tidak berlebihan. Jatuh cinta menurut saya sangat boleh, malahan harus. Karena ia bisa jadi motivasi dalam kehidupan kita. Tapi dalam pelaksanaannya, jatuh cinta itu harus wajar. Untuk urusan Cinta, Kita harus bisa mencintai sesuatu yang memang harus dicintai, pantas untuk dicintai. Gak usah memaksakan, Jika kita rasa sesuatu itu bukan yang harus dicintai, Jika memang seseorang itu bukan yang harus kita cintai, walaupun kita merasakan ada perasaan suka, kagum, tolaklah dia, sebelum ia menolak kita.  Kita harus bisa berfikir logis dan beralasan (sampai kita bisa mengambil sikap) dalam hal ini. 

Cinta harus Dibahasakan. Membahasakan cinta itu (operasionalisasi kalo dalam penelitian) akan membuat kita lebih paham tentang cinta itu sendiri, bahkan tentang ukuran cinta. Ibnu Miskawaih mengemukakan bahwa dalam cinta terdapat kebaikan. Kebaikan itu selain mencakup esensinya, juga terkait dengan cara atau metode perolehannya. Cinta yang penuh kebaikan ini, jangan dinodai oleh kepalsuan, karena memalsukan cinta lebih buruk daripada memalsukan uang, memalsukan emas atau perak. Cinta palsu masih pendapat Ibnu Miskawaih yang menguktip Aristoteles, cepat lenyap dan rusak, sebab di dalamnya tidak ada kebaikan.

Allah swt sendiri jika mencitai pada hambaNya maka dia mengutaraan cintanya pada malaikat Jibril, Dia menyerukan pada Jibril agar ikut mencintainya dan memberitahu pada penduduk langit dan bumi agar ikut mencintainya. Sabda Rasulullah:

Apabila Allah mengasihi seorang hamba, niscaya Dia memanggil Jibril dan berfirman: Sesungguhnya Aku (Allah) mengasihi orang tersebut, maka kasihanilah dia. Lalu Jibril mengasihinya. Kemudian Jibril menyeru ahli langit dan berkata: Allah telah mengasihi orang tersebut, jadi kamu mestilah mengasihaninya. Kemudian orang tersebt diterima oleh semua golongan yang berada di muka bumi. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)

Akhirnya ketika kita merasakan cinta biarlah ia menjadi cinta yang wajar, toh semua nya juga adalah karunia yang diberi oleh Allah. Ibnu ‘Atahillah berkata “Keadaan yang diadakan oleh Allah itu semua seolah-olah seperti gelap, dan pastinya keadaan Allah akan menjadi Terang. Maka barang siapa yang tidak melihat Allah dalam keadaan gelap tadi, maka seakan-akan ia tidak melihat dzat Allah. Maksudnya disana adalah kita bisa melihat Allah ketika mata hati ini sudah tidak tertarik dengan kilauan dunia. Dengan hal itu kita bisa memiliki cinta yang wajar. Tujhe Mein Rab Dikhta Hai ( I see my god in you). Semoga kita bisa menjadi orang-orang yang bisa merasakan dan membahasakan cinta dengan wajar.

Allahu’alam
Hasbunallah wanikmal wakil





Minggu, 15 Desember 2013

Belajar Pendidikan Nilai



Koran Pikiran Rakyat minggu 16 september 2012 dalam salah satu kolomnya menuliskan judul "Tiga Wanita Memaafkan Pelaku Kejahatan". Wanita-wanita tersebut yaitu Yvonne Stern, seorang ibu yang menjadi target penembakan, yang didalangi oleh suaminya bernama Jeffrey Stern. Jeffrey kemudian ditahan oleh polisi bersama selingkuhannya yang bernama Michelle Gaiser. Yvone kemudian meminta membebaskan suaminya kepada polisi, dan suaminya pun bebas. Ia kemudian mengkonfirmasi perihal perselingkuhannya kepada suaminya, dan suaminya pun mengaku. Sang suami kemudian meminta maaf dan akhirnya Yvonne pun memaafkan suaminya. Ia bertutur “saya memaafkan dia, saya tahu dia bersalah telah selingkuh, namun dia tidak pernah bermaksud membunuh saya. Dengan memaafkan saya terlepas dari rasa sakit hati”. Kemudian Yvone bertutur “Kamipun bahagia bersama tiga anak kami”. 
Kemudian wanita kedua bernama Marion Hedeges, ibu dua anak asal New York Amerika kehilangan penglihatan, dan koma selama berminggu-minggu akibat ulah para remaja bengal di sebuah perbelanjaan yang usil melempar kereta belanjaan dari ketinggain 15 meter yan akhirnya mengenai Marion. Setelah Marion pulih dari koma, ibu ini memaafkan perbuatan remaja-remaja tersebut dan tidak menuntut remaja yang menjatuhkan keranjang belanjaan kepada dirinya, ia bertutur “saya berharap mereka baik-baik saja. Saya turut berduka mereka kini harus dipenjara, saya merasakan itu pasti berat lantaran saya juga punya anak remaja 13 tahun”. 
Perempuan ketiga adalah Teresa Sheppard, ibu berusia 37 tahun dari Amerika ini kehilangan anak perempuannya dalam sebuah kasus perampokan. Ia kemudian memaafkan perampok tersebut dan bertutur “kami mengasihi dia (perampok) karena Tuhan yang kami sembah mengajarkan bahwa kita harus mencintai musuh kita.”

Dari kasus di atas dapat diambil beberapa pelajaran bahwa ketika seseorang sudah memegang teguh nilai-nilai kehidupan dalam dirinya, maka seseorang akan mampu untuk terus menjalankan kehidupannya, membebaskan diri dari ketergantungan orang lain, dan mencapai aktualisasi diri yang dibutuhkannya. Nilai kepercayaan dan keteguhan ibu Yvone, nilai keibuan ibu Marion, dan nilai keyakinan terhadap agama ibu Theresa menjadikan pribadi ibu-ibu tersebut pribadi yang penuh kasih sayang dan pemaaf.  Nilai merupakan harga, yang dianggap bernilai, adil, baik, dan indah, serta menjadi pedoman atau pegangan diri.
Pendidikan seharusnya mampu membangun generasi yang memegang prinsip nilai-nilai tinggi kemanusiaan. Sayang nya potret  pendidkan Indonesia masih lah jauh dari harapan pendidikan itu sendiri. Mengutip data yang disampaikan oleh Kesuma, Triatna dan Permana (2011:2),  kondisi moral generasi muda Indonesia telah hancur. Hal ini ditandai dengan maraknya seks bebas di kalangan remaja, peredaran narkoba, tawuran, penyebaran foto dan video porno pada pelajar, dan sebagainya. Survei mengnai seks bebas di Indonesia menujukan 63% remaja Indonesia pernah melakukan seks bebas. Kemudian 3,9 % remaja merupakan korban Narkoba, dan sisiwa yang terlibat tawuran mencapai 0.08% siswa dari  1.647.835 siswa di DKI Jakarta. Selain itu keadaan Indonesia diperparah dengan maraknya korupsi. Berdasarkan Indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia tahun 2009 naik 2.8% dari 2.6% pada tahun 2008. Dengan skor ini, peringkat Indonesia terdongkrak cukup signifikan, yakni berada di urutan 111 dari 180 negara (naik 15 posisi dari tahun lalu) yang disurvei IPK oleh Tranparency International. Kemudian kasus lain adalah kemiskinan yang mencapai 40 juta orang dan terus bertambah tiap tahunnya.

Permasalahan di atas menujukan bahwa proses pendidikan belum berjalan secara benar. Pendidikan Indonesia saat ini minim akan pendidikan nilai. Orientasi pendidikan yang bersifat Matrealis dianggap menjadi penyebab perubahan pendidikan saat ini, padahal sejatinya tujuan pendidikan Indonesia saat ini merupakan proses kristalisasi nilai-nilai luhur, seperti nilai ketakwaan,demokratis, tanggung jawab, bukan orientasi materi. Atas dasar itu, pendidikan harus dikembalikan kembali kepada tujuan utama pendidikan yaitu membentuk manusia yang bernilai, dengan memfasilitasi para subjek didik untuk menjadi orang yang memiliki kualitas moral, kewarganegaraan,  kebaikan, kesantunan, rasa hormat, kesehatan, sikap kritis, keberhasilan, kebiasaan, insan yang kehadirannya dapat diterima masyarakat (Samani dan Hariyanto: 2012: 50). Untuk itu, pendidikan nilai harus menjadi bagian dalam proses pendidikan baik di keluarga, sekolah, ataupun di masyarakat.

Allahu' alam
Hasbunallah wanikmal wakil