Pendahuluan
Teori-teori psikoanalitik merupakan
teori kepribadian yang dilandaskan atas dasar biologis manusia. Selain atas
dasar biologis, teori kepribadian juga dilandaskan oleh pengaruh sosial.
Menurut ilmu-ilmu sosial, individu merupakan produk dari masyarakat dimana ia
hidup. Kepribadian orang lebih dibentuk oleh lingkungan sosial dan budaya (Hall
& Lindzey 1993:238). Salah satu tokoh yang memandang kepribadian merupakan
bentukan sosial adalah Alfred Adler, sehingga Alfred Adler dianggap sebagai
bapak psikologi sosial baru (Hall & Lindzey 1993:238).
Boeree (2005:147) menuliskan sejarah
singkatnya, bahwa Alfred Adler lahir di Wina
pada tanggal tujuh Februari, tahun 1870
sebagai anak ketiga dari seorang pengusaha Yahudi. Alfred menerima ijazah
dokter dari Universitas of Vienna pada tahun 1895. Selama kuliah, dia sering
bergabung dengan mahasiswa sosialis. Memulai karir sebagai seorang opthamologis,
tapi kemudian beralih praktik umum dan membuka praktik di daerah kelas bawah di
Wina dekat Prader, sebah tempat percampuran antara taman bermain dan sirkus.
Saat berpraktek dokter umum, klien-kliennya termasuk anggota kelompok sirkus.
Kekuatan dan kelemahan para pemain sirkus inilah salah satu yang membuatnya
mencetus konsep kepribadian inferoritas dan kompensasi, dan kemudian
menjadikannya seorang psikiater.
Adler sendiri merupakan salah satu
tokoh psikoanalisis, yang mengembangkan metodenya sendiri. Ketika Freud
mengemukakan manusia sebagai seorang individu, atau Jung kemudian menambahkan
bahwa manusia merupakan makhluk bertuhan, Adler melengkapi pembahasan manusia
sebagai makhluk sosial. Dengan penjelasan itu maka pada makalah ini akan
dibahas konsep kepribadian menurut Alfred Adler.
Adler
berpendapat bahwa manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial. Motivasi
pertama yang mendorong manusia adalah sosial. Manusia selalu menghubungkan
dirinya dengan orang lain, ikut dalam kerjasama sosial, menempatkan
kesejahteraan sosial di atas kepentingan diri sendiri. Sumbangan teori
keribadian Adler yaitu: Dorongan sosial adalah sesuatu yang di bawa sejak
lahir; konsep mengenai diri kreatif; dan keunikan tentang kepribadian. Adler
berpendapat bahwa setiap orang merupakan konfigurasi unik dari motif-motif,
sifat-sifat, minat-minat dan nilai-nilai. Berikut merupakan hasil dari
pemikiran Adler tentang kepribadian.
A.
Finalisme Fiktif
Adler
terpengaruh filsafat hans Vaihinger yang mengembangkan gagasan akan gamabaran
fiktif. Gambaran-gambaran fiktif ini misalnya: “semua manusia diciptakan
sama”; “kejujuran adalah politik yang
paling baik”; “tujuan membenarkan sarana”, dan lain-lain.
Adler
menemukan ide bahwa manusia lebih dimotivasi oleh harapan-harapannya tentang
masa depan daripada masa lampau. Misalnya apabila orang percaya bahwa ada surga
bagi orang baik dan neraka bagi orang jahat, maka perilaku akan terdorong oleh
kepercayaan-kepercayaan tersebut. Tujuan
akhir itu berupa suatu fiksi yang tidak mungkin secara realistis dilakukan.
B.
Perjuangan ke arah Superioritas
Adler
memberi kesimpulan bahwa agresif itu lebih penting dari pada seksualitas.
Kemudian impuls agresif itu diganti dengan “hasrat dan kekuasaan”. Karena itu
tujuan akhir manusia menurut Adler yaitu : Menjadi Agresif, menjadi berkuasa,
dan menjadi superior. Superioritas adalah perjuangan ke arah kesempurnaan. Ia
merupakan dorongan kuat ke atas. Perjuangan ini sifatnya bawaan, dan merupaka
bagian dari hidup. Dari lahir sampai mati perjuangan ke arah superioritas itu
membawa sang pribadi dari satu tahap perkembangan ke perkemabangan lainnya.
C.
Inferoritas dan
Kompensasi
Adler
mengemukakan bahwa yang menentukan letak gangguan tertentu adalah inferoritas
dasar pada bagian itu, suatu inferoritas yang timbul karena hereditas
maupun karena kelainan sesuatu dalam perkembangan. Selanjutnya ia mengamati
orang cacat sering kali mengkompensasikan kelemahan itu dengan jalan memperkuat
latihan secara intensif, misalnya Theodore Roosevelt yang lemah pada
masa mudanya, tetapi berkat latihan yang sistematik akhirnya menjadi orang yang
berfisik tegap.
Perasaan
inferoritas merupakan perasaan yang muncul akibat kekurangan psikologis
atau sosial yang dirasakan secara subjektif maupun yang muncul dari
kelemahan atau cacat tubuh. Adler menyatakan inferoritas dengan “feminitas”
dan kompensasinya disebut “protes maskulin”.
Adler
menyatakan bahwa inferiritas bukan suatu tanda abnormalitas; melainkan penyebab
segala bentuk penyempurnaan dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain, manusia
di dorong oleh kebutuhan untuk mengatasi inferoritasnya dan ditarik
hasrat menjadi superior. Bagi Adler tujuan hidup adalah kesempurnaan bukan
kenikmatan.
D.
Minat Sosial
Minat
Sosial berupa individu membantu masyarakat mencapai tujuan terciptanya
masyarakat yang sempurna. Minat sosial merupakan kompensasi sejati dan tidak
dapat dielakan bagi semua kelemahan manusia. Adler yakin bahwa minat sosial
bersifat bawaan, karena itu ia menyediakan banyak waktu untuk mendirikan klinik
bimbingan anak-anak, dan mendidik masyarakat tentang cara yang tepat dalam
mengasuh anak.
Manusia
didorong oleh nafsu akan kekuasaan dan didominasi yang tak terpuaskan oleh
nafsu kekuasaan untuk mengkompensasikan suatu perasaaan inferoritas yang
dalam dan tersembunyi. Di mata Adler tua, manusia dimotivasi oleh minat sosial
bawaan yang menyebabkan ia menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan
pribadi.
E.
Gaya Hidup
Gaya
hidup adalah suatu prinsip sistem, dengan mana kepribadian individu berfungsi;
keseluruhanlah yang memerintah bagian-bagiannya. Gaya hidup merupakan prinsip idiografik
Adler yang utama yang menjelaskan keunikan individu. Gaya hidup terbentuk
sangat dini pada masa kanak-kanak, pada usia empat atau lima tahun.
Gaya
hidup sebagian besar ditentukan oleh inferoritas-inferoritas
khusus, baik itu khayalan atau sesuatu yang nyata. Misalnya gaya hidup Napolen
yang bersifat “serba menaklukan”. Itu bersumber pada tubuhnya yang sangat
kecil. Kemudian nafsu “serakah” Hitler untuk menaklukan dunia, bersumber pada
impotensi seksualnya.
F.
Diri Kreatif
Konsep
ini merupakan puncak prestasi Adler sebagai teorikus kepribadian. Ketika ia
menemukan daya kreatif pada diri, maka konsep yang lain ia tempatkan di bawah
konsep ini. Diri kreatif bersifat padu, konsisten, berdaulat dalam struktur kepribadian.
Kepribadian
merupakan jembatan stimlus-stimulus yang menerpa seseorang dan respon-respon
yang diberikan orang yang bersangkutan
terhadap stimulus itu. Pada hakikatnya doktrin tentang kreatif itu menyatakan
bahwa manusia membentuk kepribadiannya sendiri. Manusia membangun
kepribadiannya dari bahan mentah hereditas dan pengalaman.
G.
Penelitian Khas Dan Metode Penelitian
Observasi-observasi
empiris Adler sebagian besar dilakukan di lingkungnan terapeutik, dan paling
banyak berupa rekonstruksi tetang masa lampau sebagaimana diingat oleh
pasien-pasien, dan penilaian-penilaian atas tingkah laku sekarang berdasarkan
laporan verbal. Beberapa penelitian nya:
1.
Urutan
kelahiran dan Kepribadian
Adler
mengamati bahwa terdapat perbedaan kepribadian antara anak sulung, anak tengah
dan anak bungsu. Anak sulung mendapat banyak perhatian sampai anak ke dua
lahir. Ia harus membagi kasih sayang saat anak ke dua lahir. Pengalaman ini
bisa membuat anak sulung bertingkah laku bermacam-macam, seperti: membenci
orang lain, melindungi diri, dan merasa tidak aman. Anak sulung cenderung
menaruh perhatian pada masa lampau ketika mereka menjadi pusat perhatian. Orang
neurotik, penjahat, pemabuk dan yang bermoral bejat diamati Adler
sebagai anak sulung.
Anak
tengah cenderung ambisius. Ia selalu berusaha melebihi kakaknya. Ia cenderung
memberontak atau iri hati, tetapi pada
umumnya ia dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik dibandingkan kakak atau
adiknya.
Anak
bungsu adalah anak yang dimanjakan. Sama seperti anak sulung, kemungkinan besar
menjadi anak yang mengandung masalah dan menjadi orang dewasa neurotik
yang tidak mampu menyesuaikan diri.
2.
Ingatan-ingatan
Awal
Adler
berpendapat bahwa ingatan paling awal yang dapat dilaporkan seseorang merupakan
kunci penting untuk memhami gaya hidup dasarnya. Misalnya seorang gadis yang
mengatakan bahwa “ketika saya berusaia tiga tahun, ayah saya....”, hal ini
menujukan bahwa ia lebih tertarik dengan ayahnya daripada ibunya. Contoh lain
seorang pemuda yang dirawat karena menderita kecemasan berat, mengenang kembali
suatu peristiwa dimasa lampau dengan bercerita “ketika saya berusia kira-kira
empat tahun, saya duduk di jendela dan memperhatikan sejumlah pekerja membangun
sebuah rumah di sebrang jalan, sementara ibuku merajut kaos kaki”. Ingatan ini
menunjukan pemuda itu ketika kanak-kanak dimanjakan karena ingatannya berkisar
sekitar ibunya yang bersikap melindungi.
Adler
menggunakan metode ini terhadap kelompok-kelompok maupun perorangan dan
menemukan ternyata metode ini cukup mudah dan ekonomis untuk meneliti
keribadian. Ingatan awal kini digunakan sebagai teknik projektif.
3.
Pengalaman
masa kanak-kanak
Adler
menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi gaya hidup yang salah yaitu:
Anak-anak yang memilki inferoritas-inferoritas; anak-anak yang
dimanjakan; anak-anak terlantar.
Anak
yang memilki inferoritas sering kali dianggap gagal. Akan tetapi, jika
mereka memiliki orang tua yang memahami dan mendorong mereka bisa melakukan
kompensasi terhadap inferoritasnya, maka mereka akan mampu mengubah
kelemahannya menjadi kekuatan.
Anak-anak
yang dimanjakan tidak mengembangkan perasaan sosial; mereka menjadi orang yang
selalu mengharapkan masyarakat bisa menyesuaikan diri dengan dirinya. Adler
menganggap bahwa mereka sebagai kelompok masyarakat yang berbahagia.
Kemudian,
anak yang diabaikan akan membawa akibat yang tidak menguntungkan. Anak yang
diperlakukan buruk pada masa kanak-kanak akan menjadi musuh apabila mereka
sudah dewasa. Gaya hidup mereka dikuasai oleh kebutuhan untuk balas dendam.
DAFTAR
PUSTAKA
Boeree, C.G. 2005. Personality
theories (cetakan ke II). Yogyakarta: Primashopie
Hall, C., Lindzey G (Alih bahasa Dr. A Supratiknya). 1993. Teori-Teori
Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Hall, C.,Lindzey, G. 1985. Personality Theories. NewYork:
Jhon Wiley Sons