Pages

Selasa, 13 November 2012

Mazhab Progresivisme dalam filsafat Pendidikan

Di tengah pergantian abad, sejumlah pendidik telah memprotes formalisme pendidikan tradisional yang berlebihan, dengan penekanan pada disiplin yang ketat, belajar pasif, dan detail yang sia-sia-sia. Pada tahun 1870-an, Francis W. Parker menganjurkan sekolah untuk direvisi, yang kemudian disusun oleh Jhon Dewey. 

Pada tahun 1960, progresivisme melakukan gerakan perubahan sosial dengna cara pengembangan individu dan merangkul, yang ideal seperti "kerjasama," "berbagi," dan'' penyesuaian". Selama periode ini bergabung pula John L. Childs, George Counts, dan Boyd Bode H.

Mengambil pandangan pragmatis bahwa perubahan, tidak permanen, merupakan esensi dari realitas, progresivisme mendeklarasikan bahwa pendidikan adalah proses perkembangan. Pendidik harus siap untuk memodifikasi metode dan kebijakan untuk mendapatkan pengetahuan baru dan melakukan perubahan lingkungan. Kualitas khusus dari seorang pendidikan tidak menjadi penentu dalam menerapkan standar kebaikan, kebenaran, dan keindahan, tetapi seorang pendidik harus mampu mengkonstruk pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman.

Dengan demikian maka pendidikan didefiniskan oleh progresivisme sebagai suatu rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman, yang bisa memberikan makna pada pengalaman, dan meningkatkan kemampuan bagi pengalaman berikutnya. Beberapa pernyataan dasar dari aliran ini:

  1. Pendidikan seharusnya adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk kehidupan. Pengetahuan melibatkan interpretasi dan rekonstruksi pengalaman. Anak harus masuk ke dalam situasi belajar yang cocok untuk usianya,  dan berorientasi pada pengalaman bahwa ia kemungkinan akan menjalani dalam kehidupan dewasa.
  2.  Pemelajaran harus disesuaikan atau didasarkan langsung pada minat anak. Pendidik progresif memperkenalkan konsep " whole child (anak secara keseluruhan)," Sebagai jawaban atas apa yang mereka interpretasi terhadap alam anak. " mereka mendukung "child-center" pada sekolah, di mana proses pembelajaran ditentukan oleh masing-masing anak. Seorang anak secara alami belajar apapun yang berhubungan dengan minatnya, dan berusaha untuk memecahkan masalahnya; pada saat yang sama, ia secara alami cenderung untuk menolak apapun yang dirasa sulit. Anak harus belajar karena ia membutuhkan dan ingin belajar, bukan karena orang lain berpikir bahwa anak seharusnya belajar. Dia harus dapat melihat kesesuain dari apa yang dia pelajari dari hidup .Meskipun demikian, peran guru mempengaruhi pertumbuhan muridnya bukan hanya dengan memasukan banyak informasi ke kepala mereka, tetapi dengan mengendalikan lingkungan dimana pertumbuhan berlangsung. Pertumbuhan didefinisikan sebagai "peningkatan kecerdasan dalam pengelolaan kehidupan" dan "adaptasi cerdas untuk lingkungan." Dewey menyarankan kepada guru:  Now see to it that day by day the condition are such that their own activities move inevitably in this direction, toward such culmination of them­selves.'' 
  3.  Pemelajaran melalui pemecahan masalah hendaknya diutamakan daripada pemberian bahan pelajaran.  Progressivists menolak pandangan bahwa belajar pada dasarnya terdiri dari menanamkan pengetahuan, dan pengetahuan itu sendiri merupakan zat abstrak yang guru bebankan ke dalam pikiran murid-muridnya. Pengetahuan adalah "alat untuk mengelola pengalaman," untuk menangani situasi, atau ide yang berubah-ubah dalam kehidupan. Pengetahuan harus dipadukan/diuji dengan pengalaman. 
  4.   Peran guru adalah untuk tidak mengarahkan tetapi untuk menyarankan. Karena kebutuhan mereka sendiri dan keinginan menentukan apa yang mereka pelajari, anak harus diizinkan untuk merencanakan, guru harus membimbing pembelajaran. Dia harus menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang lebih besar untuk membantu mereka setiap kali mereka mencapai jalan buntu. Tanpa mengarahkan, ia bekerja dengan anak-anak untuk mencapai tujuan yang disepakati bersama. Lawrence G. Thomas menyarankan, "... Guru harus memiliki pengalaman lebih kaya sebagai bahan analisis situasi sekarang .... Guru merupakan kordinator, tapi dia bukan satu-satunya sumber otoritas. 
  5. Sekolah harus mendorong kerjasama bukan persaingan. Pendidikan sebagai suatu "rekonstruksi pengalaman" mengarah ke "rekonstruksi dari sifat manusia" dalam pengaturan sosial. Progressivist tidak menyangkal bahwa persaingan memiliki nilai tertentu. Dia setuju bahwa siswa harus bersaing satu sama lain, asalkan kompetisi tersebut mendorong pertumbuhan pribadi. Namun demikian, ia menegaskan kerjasama lebih cocok daripada persaingan.  
  6. Demokrasilah satu-satunya yang memberi tempat dan menggerakkan pribadi-pribadi saling tukar menukar ide secara bebas, yang diperlukan untuk pertumbuhan sesungguhnya. Idealnya demokrasi adalah "berbagi pengalaman." Seperti Dewey katakan, "Sebuah demokrasi lebih dari sebuah bentuk pemerintah; itu merupakan bentuk kumpulan kehidupan, kumpulan dari komunikasi pengalaman.” Demokrasi, pertumbuhan, dan pendidikan dengan demikian saling terkait. Dalam rangka untuk mengajarkan demokrasi, sekolah itu sendiri harus demokratis. Harus ada diskusi bebas ide, Bersama murid-staf-perencana, dan partisipasi penuh dari semua. Namun sekolah tidak harus mengindoktrinasi siswa dalam prinsip-prinsip tatanan sosial baru.  

Sumber:
Kneller, G.F. 1971. Introduction To The Philosophy Of Education. New York: John Whiley & Sons