Pages

Minggu, 17 Maret 2013

Ilmu Makan Sejati

Pengetahuan memiliki jarak tertentu dengan ilmu, walaupun dalam kebahasaan, kata pengetahuan selalu bersatu dengan ilmu menjadi ilmu pengetahuan. Ilmu baru terjadi ketika ia telah menyatu dengan diri kita, bukan hanya sekedar kita tahu, tapi ilmu juga ditandai oleh realitas menyeluruh, dimana pengatahuan menjadi bagian dari  kita,  dari badan kita, akal fikir kita, emosi kita dan termasuk kearifan jiwa kita. Pengatahuan baru sekedar tataran rendah dari persyaratan eksistensi manusia.

Ilmu "Makan sejati" ialah makan sungguh-sungguh untuk perut. adapun kebanyakan kita lakukan selama ini adalah memberi makan kepada nafsu. Perut itu terbatas, karena itu Allah mengajarinya untuk tahu membatasi diri. Sementara nafsu adalah api yang tiada terhingga sekala perbesaran dan pemuaiannya.

Untuk ingat lapar, cukup perut yang melakukannya, tetapi untuk berhenti sebelum kenyang, manusia memerlukan dimensi rohani tinggi kemanusiaannya untuk mengingatnya. Ia juga memerlukan nalar ilmu dan kearifan yang lebih tinggi agar ia memperoleh ketepatan pula dalam aktivitas "makan" yang lain di bidang-bidang kehidupan.


Ilmu makan yang diajarkan Rasulullah "hanya makan ketika lapar dan berhenti makan sebelum kenyang" juga berlaku untuk segala makan dalam kehidupan lainnya. Alangkah sedihnya melihat manusia yang tak henti-hentinya makan, padahal ia tak lapar, serta banyak manusia yang tidak habis-habis makan, padahal ia amat kekenyangan... 


Sumber: Emha Ainun Najib, 2012, Tuhan Pun Berpuasa. Jakarta: Kompas Media Nusantara. hal: 35-43)