Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesempatan bagi kita untuk bisa menemui bulan Ramadhan, bulan yang dipenuhi banyak bonus pahala bagi yang mengharapkannya, bulan yang istimewa dengan adanya satu malam yang lebih mulia dibanding 1000 bulan. Tidak semua orang bisa merasakan dan menjalani ibadah di bulan Ramadhan ini. Mudah-mudahan kita bisa memaksimalkan ibadah dan pengharapan kita dibulan ini.
Dalam
kebiasaan kita menyambut bulan Ramadhan, kita sering mendengar kalimat marhaban
yaa Ramadhan. Walaupun kita berada di Indonesia, kalimat ini tidaklah asing
buat telinga kita. Setiap datangnya bulan suci ramadhan, kalimat tersebut
sering keluar mengisi banyak media seperti televisi, spanduk-spanduk, bahkan
dalam pesan smspun kata Marhaban yaa ramadhan ini biasa disampaikan
dan disandingkan dengan kata-kata yang berfrase puitis. Menarik untuk
mempelajari dari segi bahasa dan makna yang terkandung dari kalimat ini.
Dalam
buku wawasan Al Quran karya M. Quraish Shihab (1996) dituliskan, kata "marhaban" diartikan sebagai "kata seru untuk
menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang)." Ia
sama dengan ahlan wa sahlan yang juga
dalam kamus tersebut diartikan "selamat datang." Walaupun
keduanya berarti "selamat datang" tetapi penggunaannya berbeda. Para ulama
tidak menggunakan ahlan wa sahlan
untuk menyambut datangnya
bulan Ramadhan, melainkan "marhaban yaa Ramadhan".
Ahlan terambil
dari kata ahl
yang berarti "keluarga", sedangkan sahlan
berasal dari kata sahl
yang berarti mudah. Juga berarti "dataran
rendah" karena mudah
dilalui, tidak seperti "jalan
mendaki". Ahlan wa
sahlan, adalah ungkapan selamat datang, yang
dicelahnya terdapat kalimat
tersirat yaitu, "(Anda berada
di tengah) keluarga dan (melangkahkan kaki di) dataran rendah yang
mudah."
Marhaban
terambil dari kata rahb yang
berarti "luas" atau "lapang", sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu
disambut dan diterima dengan dada
lapang, penuh kegembiraan
serta dipersiapkan baginya ruang
yang luas untuk melakukan apa saja yang
diinginkannya. Dari akar
kata yang sama
dengan "marhaban",
terbentuk kata rahbat
yang antara lain berarti "ruangan luas untuk kendaraan, untuk
memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan
perjalanan." Marhaban ya Ramadhan mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang
dada, penuh kegembiraan; tidak
dengan menggerutu dan
menganggap kehadirannya "mengganggu
ketenangan" atau suasana nyaman kita. Marhaban yaa
Ramadhan, kita ucapkan
untuk bulan suci itu, karena kita
mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan
menuju Allah Swt.
Ada
gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui-Nya, itulah nafsu. Di
gunung itu ada lereng yang
curam, belukar yang lebat, bahkan
banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu, agar
perjalanan tidak melanjutkan.
Bertambah tinggi gunung didaki,
bertambah hebat ancaman dan rayuan, semakin curam dan ganas
pula perjalanan. Tetapi, bila
tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat
itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu
jalan, tampak tempat-tempat indah
untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga. Dan bila
perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraan
Ar-Rahman untuk mengantar sang musafir bertemu dengan
kekasihnya, Allah Swt. Demikian kurang
lebih perjalanan itu dilukiskan dalam buku Madarij As-Salikin.
Tentu kita
perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu. Tahukah Anda
apakah bekal itu? Benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita. Tekad yang
membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam
Ramadhan dengan shalat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah
melalui pengabdian untuk
agama, bangsa dan
negara. Semoga kita berhasil,
dan untuk itu mari kita buka lembaran Al-Quran mempelajari bagaimana
tuntunannya.
Sumber:
Shihab, M, Q. 1996. Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu'i atas
Pelbagai Persoalan Umat Cetakan III. Bandung: Mizan