Pages

Sabtu, 21 Juli 2012

MARHABAN YAA RAMADAHAN



Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesempatan bagi kita untuk bisa menemui bulan Ramadhan, bulan yang dipenuhi banyak bonus pahala bagi yang mengharapkannya, bulan yang istimewa dengan adanya satu malam yang lebih mulia dibanding 1000 bulan. Tidak semua orang bisa merasakan dan menjalani ibadah di bulan Ramadhan ini. Mudah-mudahan kita bisa memaksimalkan ibadah dan pengharapan kita dibulan ini.
 
Dalam kebiasaan kita menyambut bulan Ramadhan, kita sering mendengar kalimat marhaban yaa Ramadhan. Walaupun kita berada di Indonesia, kalimat ini tidaklah asing buat telinga kita. Setiap datangnya bulan suci ramadhan, kalimat tersebut sering keluar mengisi banyak media seperti televisi, spanduk-spanduk, bahkan dalam pesan smspun kata Marhaban yaa ramadhan ini biasa disampaikan dan disandingkan dengan  kata-kata  yang berfrase puitis. Menarik untuk mempelajari dari segi bahasa dan makna yang terkandung dari kalimat ini.

Dalam buku wawasan Al Quran karya M. Quraish Shihab (1996) dituliskan, kata "marhaban"  diartikan sebagai "kata seru untuk menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang)." Ia sama dengan ahlan wa sahlan  yang juga dalam kamus tersebut diartikan "selamat datang."  Walaupun    keduanya    berarti    "selamat   datang"   tetapi penggunaannya berbeda. Para ulama tidak menggunakan  ahlan  wa sahlan  untuk  menyambut  datangnya  bulan Ramadhan, melainkan "marhaban yaa Ramadhan".

Ahlan  terambil  dari  kata  ahl  yang   berarti   "keluarga", sedangkan  sahlan  berasal  dari kata sahl yang berarti mudah. Juga berarti "dataran  rendah"  karena  mudah  dilalui,  tidak seperti  "jalan  mendaki".  Ahlan  wa  sahlan, adalah ungkapan selamat datang,  yang  dicelahnya  terdapat  kalimat  tersirat yaitu,  "(Anda  berada  di tengah) keluarga dan (melangkahkan kaki di) dataran rendah yang mudah."

Marhaban terambil dari kata  rahb  yang  berarti  "luas"  atau "lapang",  sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima  dengan  dada  lapang,  penuh  kegembiraan  serta dipersiapkan  baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang  diinginkannya.  Dari  akar   kata   yang   sama   dengan "marhaban",  terbentuk  kata  rahbat  yang antara lain berarti "ruangan luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan." Marhaban ya Ramadhan mengandung  arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan; tidak   dengan   menggerutu   dan   menganggap    kehadirannya "mengganggu ketenangan" atau suasana nyaman kita. Marhaban  yaa  Ramadhan,  kita  ucapkan  untuk  bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah Swt.

Ada gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui-Nya, itulah nafsu. Di gunung itu ada  lereng  yang  curam,  belukar yang lebat, bahkan banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu,  agar  perjalanan  tidak  melanjutkan.  Bertambah tinggi  gunung  didaki,  bertambah  hebat  ancaman dan rayuan, semakin curam dan ganas pula perjalanan.  Tetapi,  bila  tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu  jalan,  tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga. Dan bila perjalanan dilanjutkan  akan ditemukan  kendaraan  Ar-Rahman  untuk  mengantar sang musafir bertemu dengan kekasihnya, Allah Swt.  Demikian  kurang  lebih perjalanan itu dilukiskan dalam buku Madarij As-Salikin.

Tentu  kita  perlu  mempersiapkan  bekal guna menelusuri jalan itu. Tahukah Anda apakah bekal itu? Benih-benih kebajikan yang harus  kita tabur di lahan jiwa kita. Tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan  malam  Ramadhan dengan shalat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui  pengabdian  untuk  agama,  bangsa  dan  negara. Semoga  kita  berhasil,  dan untuk itu mari kita buka lembaran Al-Quran mempelajari bagaimana tuntunannya.

Sumber: Shihab, M, Q. 1996. Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat Cetakan III. Bandung: Mizan