Pages

Selasa, 23 Juli 2013

Aphorisma (Edisi 27 Juni-22 Juli 2013)


Kebahagian sejati itu ada di dalam diri sendiri, dalam fikiran yang positif dan inovatif, dalam khayalan yang indah, dalam kemauan yang optimistik dan ada dalam hati yang selalu mengobarkan kebaikan (Dr. 'Aidh Al Qarni) 

Jika anda menghendaki lebih banyak cinta, maka berikanlah lebih banyak cinta (Deepak Chopra)

Hanya berpedoman pada akal semata tidak akan melahirkan ketenangan dalam diri, sebab akal ibarat lampu penerang, yang hanya berfungsi untuk menerangi, tetapi tidak dapat menggerakan. Cinta mampu menggerakan dan memotivas diri, tetapi cinta terkadang tidak bisa sampai menuju kepada kebenaran dan petunjuk. Kita memerlukan iman di akal dan cinta di dalam hati untuk menggapai keridhan Ilahi. (Dr. Al Buthy, Al Quran kitab Cinta, hal: 138-139)

"Katakanlah (Muhammad), jika kamu mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah maha pengampun, maha penyayang (QS. Ali Imran [3]: 31)"


Ketika tidak ada pendidikan ideal dan tidak ada peraturan yang mengarahkan, perasan berupa cinta atau benci dapat mengendalikan perilaku pemiliknya sehingga pertimbangan akal dikalahkan oleh hawa nafsu (Dr. Al Buthy, Al Quran kitab Cinta, hal: 116)

Seorang pemarah dan tukang mengeluh adalah orang yang palig gagal merasakan kebahagiaan hidup. Adapun orang yang memiliki keyakinan, optmisme, dan tekad, akan selalu menjalani hidup dengan kelapangan, meskipun dirinya dihimpit berbagai kesulitan dan derita (Syekh Muhammad Al Ghazali, Jaddid Hayatak, hal: 129)

Tahukah Anda, bagamana umur seseorang dicuri? yaitu ketika seseorang melalaikan hari ini karena merisaukan hari esok (Syekh Muhammad Al Ghazali, Jaddid Hayatak)

Terkadang agama menjadi konsespsi sempurna bagi kemajuan dan peradaban. Namun, agama tidak bisa membawa perubahan jika ilmu agama hanya disampaikan dari orang ke orang, atau jika ilmu agama hanya dikuasai dan disimpan dalam ingatan. Agama akan membawa perubahan jika kita menjalankan berbagai ritual formal yang diwajibkan atas diri kita seraya berusaha memahaminya dan menyingkap rahasianya ( Syekh Muhammad Al Ghazali, Jaddi Hayatak, hal: 119).

Dalam hubugan antar manusia, posisi kita hanya sekedar bisa membantu, bukan memponis atau menghakimi. Jika ada yang salah, kita hanya bisa membantu mengingatkan, Jika ada yang kesusahan, kita hanya bisa membantu meringakan, bukan menghakimi dengan label-label tertentu, baik untuk kita atau untuk orang lain.
Allah maha sempurna dari kesempurnaan yang terbayangkan oleh kita.
Hasbunallah wanikmal wakil.


Boleh jadi proses belajar itu mengeluarkan waktu, tenaga, dan fikiran yang lebih banyak daripada menghadapi ujian dan menerima suatu hasil. Walaupun demikian proses itu harus tetap dijalankan.. 
Hasbunallah wanikmal wakil