Bandung 8 Mei 2013, 16.48
Hidup itu masalah, karena setiap orang yang mengalami kehidupan pasti selalu merasakan
masalah. Masalah bagi setiap orang memang berbeda, karna masalah itu lebih
banyak dihadirkan oleh persepsi-persepsi dalam fikiran seseorang, bukan dari
orang lain; seperti misalnya seorang mahasiswa yang harus mengumpulkan tugas,
tetapi tugas nya belum dikerjakan sedikitpun, karena ia harus bekerja,
materinya hilang kena virus, lampu mati, laptop ngeheng, flashdisk yang
nyimpen data-datanya juga ilang, kepala pusing dan lain sebagainya. Jika pemuda
itu menganggap hal tersebut adalah masalah, maka itu adalah masalah. Tetapi
kalo mahasiswa itu menganggap bahwa ia akan tetap bekerja, nyari lagi
materinya, nunggu lampu mati sambil membaca-baca buku, dan berfikir positif,
pasti ia kan menganggap bahwa kejadian-kejadian itu buka masalah, malah mungkin
ia berfikir bahwa ini adalah tantangan. Jadi masalah mahasiswa tadi bukan
karena ia harus bekerja, atau laptopnya ngehang kena virus atau lampun mati dan
sebaginya, masalah nya adalah karena mahasiswa itu membuat hal itu masalah
difikirannya. Walaupun demikian, tetap saja setiap orang pasti punya masalah.
Pelajaran berharga dalam menghadapi setiap permasalah
saya dapatkan dari kisah perjalan hidup dosen saya kemaren ini, profesor yang
menurut saya tidak kelihatan sepuh (karena biasanya profesor itu selalu
didentikan dengan orang yang sudah tua, beruban, dan berkacamata); profesor yang menjadi dosen pengampu dalam dua
mata kuliah yang saya ambil di SPS UPI Bandung. Dosen pertama, menceritakan
bagaimana rentetan kejadian-kejadian yang tidak direncanakan dalam hidupnya itu
hadir dan berbuah manis dalam kehidupannnya, akibat dari “ketaatannya kepada
ke dua orang tuanya”. Diantara 11 orang saudaranya (profesor ini merupakan
12 orang beraudara), ia adalah orang yang selalu taat dan patuh kepada kedua
orang tuanya, disuruh memijat orang tuanya mau, disuruh ini disuruh itu mau,
penurut deh pokoknya. Kemudian, ketika
ia harus meninggalkan tempat tinggal dan memasuki universitas, ia mengisahkan
ternyata banyak orang yang sayang kepadanya, sehingga ia mendapat tempat
tinggal dengan Cuma-Cuma, alias gratisan, hal ini menurut pendapatnya adalah
karena doa orang tua, ia juga memperoleh beasiswa secara penuh dari mulai
strata satu sampai doktoralnya.
Kemudian, dosen kedua memberikan suatu pesan singkat tapi
sangat dalam. Ia berkata bahwa “saya
hidup dengan keyakinan”. Jika menghadapi segala seuatu ia selelau
menyerahkan diri kepada Allah, meminta pertolongan kepadaNya, dan selalalu
menyertkan Allah dalam setiap keputusannya. Menurut beliau, hidup akan jelimet
jika kita bikin jelimet, karena itu yakinlah bahwa ada Allah yang selalu
menyertai dan mengawasi kita.
Berbuat baik kepada diri sendiri, orang lain; dan selalu
berprasangka baik kepada Allah bisa menjadi sebuah cara mengatasi setiap
masalah yang kita hadapi. Berbuat baik kepada diri sendiri misalnya dengan
tidak bermaksiat, menjaga lisan, menjaga pandangan, dan lain sebagainya.
Berbuat kepada orang lain misalnya dengan taat kepada orang tua, membantu teman
yang kesusahan, dan lain-lain. Karena setiap keridhoan orang tua itu adalah
keridhoan Allah; dan setiap apa yang kita lakukan untuk orang lain, maka itu
pasti akan kembali kepada kita. So, Mari berbuat baik, berprasangka baik,
kepada Allah, karena Allah.
Hasbunallah wanikmal wakil.