Pages

Minggu, 02 Juni 2013

Surga bukan Tujuan


Secara sengaja (karena tidak ada yang kebetulan) Saya membuka Youtube pagi ini, dan melihat sebuah tayangan dari Kenduri Cinta yang diasuh oleh Emha Ainun Najib. Di sana dituliskan judul "Surga bukan tujuan". Emha Ainun Najib, atau yang akrab dipanggil Cak Nun ini adalah seorang budayawan, seniman, dan menurut saya juga seorang Filosof, karena fikiran-fikiran beliau ini memang sifatnya filsafati, yaitu logis, walaupun belum ada pembuktian-pembuktian seperti halnya sain empris. Sampai detik ini saya masih ngefans sama beliau, sama pemikiran-pemikiran beliau, sama karya-karya beliau, yang berusaha untuk "radikal", yaitu mencari kebenaran mendalam, kebenaran yang memang benar, dan benar-benar Benar. Saya belajar ke Mbah Nun tentang saling menghargai, tidak saling menjatuhkan, tidak saling menyalahkan.., dan mengajak kita untuk tidak "Tuturut munding" dalam istilah sunda atau "Taklid" kalo dalam Islam.

Seperti yang dituliskan dalam judul video di Youtube itu "surga bukan tujuan", cak Emha  menyampaikan bahwa "Surga bukan pencapaian orang yang berbuat baik, manusia lebih tinggi dari surga, karena manusia adalah Ahsanu takwim. Masterpiece nya Allah adalah manusia, jadi tidak mungkin manusia mengejar-ngejar apa yang tidak lebih tinggi dari dia" tutur Emha. Lebih lanjut, Emha menyampaikan bahwa tingkatan orang untuk surga itu ada tiga yaitu:

Pertama adalah orang yang rajin beribadah. "Surga nya ini masih berada di kelas ekonomi, bagian dek", papar cak Nun. Orang Idonesia menurutnya masih berada pada tahap satu ini, tahap rajin beribadah, senang berumrah apalagi yang korupsi. Emha bertutur bahwa menurut Zawawi Imran dari madura  “sangat sukar menemukan koruptor yang tidak naik haji”meskipun tidak dibalik sangat sukar memukan haji yang tidak korupsi.

Tingkat ke dua adalah orang yang sellau berusaha mencari ilmu, baik dalam beribadah ataupun dalam bekerja. Orang seperti ini selalu mencari ilmu, selalu menganalisis, selalu memaknai, selalu memiliki tradisi untuk menemukan makna dan nilai di setiap benda, di setiap yang dilihat, di setiap yang didengar, di setiap yang dilakukan. Tingkatan ini lebih tinggi dari tigkat pertama yang hanya sekedar seneng ibadah, tapi mungkin ia tidak tau ilmu dan lainnya.

Tingkatan paling tinggi adalah para pekerja keras. Para pekerja keras adalah mereka yag selalu memadukan ilmu dan amalnya untuk mencari Ridho Allah. Emha menuturkan "barang siapa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik dengan keras, “Man yamal amalan sholihan”, maka dia bukan hanya mendapatkan surga, karena surga kecil baginya, tapi dia mendapat tempat tersendiri di mana dia hidup bersama Allah, dan dibukakan wajahnya Allah". Inilah tipe orang yang sudah mengaktualisasikan seluruh pengetahuan dan amalnya, sehingga apa yang dilakukannya ini memang atas dasar kesadaran diri tentang hakekat dan fungsinya sebagai manusia di dunia ini. 

Kemudian, Caknun mengkritik kehidupan di Indonesia saat ini yang masih melihat cangkang, di badning isinya, mengkotakan golongan, dan hanya berfikir satu tipe. Cak Nun menuturkan:

"bangsa Indonesia ini baru bangsa tingkat pertama rajin beribadah, bikin sinetron yang di religi-religikan, soal tingkat ke dua, ilmu kita masih sagat rendah, kalo sudah ngobrol di kenduri cinta karena ngomong liberalisme katanya kita ini kaum pluralis liberalis, tapi dalam perilaku katanya Islam eksklusif, jadi ngertinya itu kalo kuplukan itu orang baik, ngunu to, jadi ilmu kita baru di situ, peko sapeko-pekoe. Kita ini orang yang masih linear berfikir, di tengah empat cara berfikir, linier, siksak, spiral dan sirkular, atau siklikal atau kafah dalam Islam."

Semoga kita digolongkan menjadi orang di tahap ketiga, orang yang tahu ilmunya dan senang beramal, sehingga Allah bisa meridhoi kita untuk masuk di SurgaNya, dan kitapun ridho menjalankan segala ketentuan dan ketetapanNya.

Hasbunallah wanikmal wakil

Babakan Cau, pukul 07.20 WIB