Pages

Selasa, 11 Februari 2014

Memahami dan Memahamkan Pemahaman

Setiap pelanggaran cepat atau lambat pasti akan ada sangsi atau hukuman atas pelanggaran itu. Kita harus Waspada!
Manusia selalu terdorong untuk menunjukan eksistensinya. Keinginan untuk dikenal, ingin selalu diakui, atau sangat ingin sekali dihargai menujukan bahwa manusia memang menginginkan dirinya eksis. Bereksistensi ini merupakan kebutuhan psikologis manusia yang terwujud dalam bentuk cinta (dicintai atau mencintai). Setiap orang ingin dicintai, ingin bisa mencintai, baik itu terhadap manusia, barang, atau lainnya. Saat orang bertanya apa itu cinta, sebenarnya ia sedang menujukan bahwa ia sedang membutuhkan legitimasi keberadaannya.

Sayangnya, keinginan tersebut tidak selalu mengarahkan manusia pada hal-hal yang baik, yang sesuai dengan jalur "kebenaran" yang telah ditetapkan oleh Allah. Jika seseorang terlalu menginginkan dirinya Eksis, maka daya upayanya akan didorong agar keinginan tersebut terpenuhi. Keinginan yang berlebihan itu pada akhirnya hanya akan memanjakan nafsu manusia, yang pada akhirnya hanya akan merugikan orang tersebut. Terus bagaimana agar eksistensi seseorang itu menghasilkan kemanfaatan? cara nya adalah dengan melakukan segala sesuatu secara totalitas, tetapi tidak berlebihan. Karena sesuatu yang berlebihan tidak akan mendatangkan kemanfaatan yang baik. Misalnya, seorang pelajar agar ia mampu bereksistensi sebagai seorang pelajar maka ia harus belajar dengan baik; atau seorang pengajar, agar ia bisa bereksistensi, maka ia harus mengajar dengan penuh tanggung jawab terhadap apa yang ia ajarkan untuk orang lain, selain bertanggung jawab, ia pun harus menjadi teladan yang memungkinkan orang-orang yang diajarinya meniru perilaku baik yang dicontohakan. Ingatlah bahwa bukan pekerjaan yang bisa membuat kita besar, tetapi kepribadian kita lah yang membuat pekerjaan kita itu besar; dan melalui kepribadian yang baik itulah seseorang akan semakin bereksistensi dengan baik.
Karena kita berada dalam kesatuan yang saling terikat, wajarkah kita berujar "hak pribadi" tanpa memperdulikan hak orang lain? Prof. Qurais Shihab menuturkan dalam bukunya Lentera Al Quran (2008: 280) bahwa Cinta kita peroleh dari ibu, bapak, keluarga, dan  kita semua. Pengetahuan kita raih dari para ilmuwan yang mengajar kita, demikian pula dari pengalaman kita dan pengalaman orang lain. rasa aman diperolehh dari kehadiran polisi, tentara, dan para hakim adil dan bijaksana. Seniman menyejukan jiwa kita, ilmuwan membuka cakrawala pikiran kita. Demikian seterusnya
Allah yang maha welas asih telah menjadikan keberadaan alam ini dengan seimbang, dan setiap kejadian merupakan perwujudan ke maha kuasaanNya. Bencana yang melanda manusiapun merupakan bentuk pengaturan Allah untuk tetap "menyeimbangkan" apa yang telah dilakukan manusia terhadap alam di dunia ini, karena setiap bencana itu merupakan rangkaian peristiwa dan hukum serta sistem kerja alam raya yang saling bersinggungan. Cukuplah Allah sang maha pengatur yang mewujudkan eksistensinya secara penuh, dan biarlah kita makhluknya ini hanya memantulkan cahaya kebesaranNya, yang sangat dibutuhkan oleh keberadaaan manusia. Yang besar adalah Allah, manusia itu kecil, maka jangan pernah menuhankan manusia.  Iyya ka na'budu, wa Iyya ka nasta'in.... 

Maha suci Allah, Tuhan Kami. Segala puji tercurah hanya untukmu. Aku memohon ampunanaMu serta taubat dari Mu.

Allahu'alam