Membaca status salah satu anak didik saya pagi ini.” Nilai
tergantung pada siapa penjaga ruang ujian kita hari ini. Jika penjaganya
baik, baiklah nilai kita, namun jika ketat, mampuslah kita!, begitu
bunyi status di wall facebooknya. Sudah semenjak senin kemarin sekolah
kami mengadakan Ujian Akhir Sekolah (UAS). Sama seperti tahun-tahun
sebelumnya, pelaksanaan kali tidak banyak berubah. Satu bangku satu
siswa, dengan berbagai macam tipe soal. Beragamnya tipe soal inilah yang
mungkin menjadi momok tersendiri bagi anak didik. Mereka berupaya
sekuat dan secanggih mungkin mendapat nilai baik.
Pengalaman saat
menjaga ujian, masih sering didapati anak berkirim jawaban lewat HP,
bertukar kertas soal yang telah terisi, atau berlempar kode tangan untuk
membagi jawaban. Saya juga sering mengamati, sekumpulan siswa berdiri
di depan pintu kelas sesaat sebelum bel masuk ujian. Mereka harap-harap
cemas dengan pengawas ruangannya. Jika mereka mendapati pengawas yang
longgar, serentak seluruh kelas berjingkrak kegirangan. Namun tidak
demikian jika penjaganya ketat, wajah-wajah mereka sontak menjadi lesuh
dan patah arang. Sebegitu parahkah siswa kita?.
Kondisi disekolah ini semakin memprihatinkan jika menengok hasil PISA 2013 yang masih menempatkan negara kita didasar perankingan.Bahkan dengan bahasa guyon sebuah artikel menulis ” Pelajar Indonesia Tidak Menyadari Betapa Bodohnya Mereka” (artikel lengkapnya baca di http://portraitindonesia.com/indonesian-kids-dont-know-how-stupid-they-are/).
Saya meyakini bahwa salah satu “kebodohan” ini disumbang oleh keyakinan
sebagian besar masyarakat Indonesia jika nilai lebih penting dari proses
pendidikan itu sendiri. Mereka berlomba-lomba mengejar nilai yang
tinggi, namun melupakan proses sejati dari pendidikan itu sendiri.
Budaya nyontek berjamaah, memilih meminta jawaban teman dari pada
belajar sendiri adalah bagian penting penyumbang kualitas pendidikan
kita yang rendah. Disisi lain, orang tua cenderung peduli terhadap
hasil belajar anak (nilai di raport dan sejenisnya) tetapi, mereka tidak
perduli terhadap proses belajarnya.
Penulis: Heriyanto Nurcahyo, 2013, http://guraru.org/guru-berbagi/nilai-adalah-tujuanku/