Pages

Senin, 21 Oktober 2013

Kekuatan Berfikir Negatif



Kebijaksanaan konvensional mengatakan bahwa jika kita ingin mencapai tujuan maka kita harus berpikir positif. Meski pun strategi ini terdengar menarik, ternyata mereka sering menjadi bumerang. Banyak dari kita lebih berhasil ketika kita fokus pada alasan bahwa kita cenderung gagal.

Dalam serangkaian studi, psikolog Julie Norem dan Nancy Cantor membagi gaya berfikir menjadi “optimis strategis” dan “pesimis defensif”. Seorang optimis strategis selalu  membayangkan hasil yang terbaik dan kemudian bersemangat mewujudkannya. Sedangkan seorang pesimis defensif, bahkan jika ia memiliki pengalaman sukses di masa lalu, Ia tahu kali ini bisa saja berbeda. Orang pesimis defensif ini mulai membayangkan semua hal yang bisa salah. 

Kebanyakan orang berasumsi bahwa bersikap optimis strategis mengungguli pesimis defensif, karena mereka mendapatkan keuntungan dari keyakinan dan harapan yang tinggi. Norem dan Cantor menemukan bahwa orang pesimis defensif mungkin terlihat lebih cemas dalam menetapkan harapan yang lebih rendah untuk dirinya sendiri. Namun mereka tidak melakukan hal yang lebih buruk.

"Pada awalnya, saya bertanya bagaimana mungkin orang-orang dapat melakukan sesuatu dengan baik  mereka dengan pesimisme, " tulis Norem dalam The Power of Positive Thinking Negatif. " Tak lama kemudian , saya mulai menyadari bahwa mereka melakukannya dengan baik karena pesimisme mereka ... berpikir negatif mengubah kecemasan ke dalam tindakan." Dengan membayangkan skenario terburuk, pesimis defensif memotivasi diri untuk mempersiapkan lebih banyak dan berusaha lebih keras.

Jika Anda seorang pesimis defensif, maka strategi-strategi di bawah ini bisa anda jalankan:

  1. Jangan terlalu senang Saat Bekerja. Meskipun bukti-bukti menunjukkan bahwa kesenangan sering membuat kita lebih sukses, lebih bisa meningkatkan energi dan kreativitas, tetapi hal itu bisa menjadi bumerang bagi pesimis defensif. " mood positif mengganggu kinerja pesimis defensif. " Ketika mereka berada dalam suasana hati yang baik, mereka menjadi puas, mereka tidak lagi memiliki kecemasan yang biasanya memobilisasi usaha mereka.
  2. Berikan dorongan penghambat. Bagi para pesimis defensif, kata-kata penyemangat hanya akan menghasilkan penurunan kinerja. Dorongan penyemangat bisa memadamkan kecemasan dan mengganggu upaya mereka menetapkan harapan yang rendah, sehingga tidak ada lagi dorongan aktif usaha mereka.
  3. Jangan Khawatir menjadi orang malang. Merasa khawatir membantu pesimis difensif menghasilkan kecemasan yang diperlukan untuk memotivasi diri.
  4. Simpan Fantasi keberhasilan Anda. Studi menunjukkan bahwa fantasi positif menghambat prestasi. Psikolog Martin Seligman mengungkapkan bahwa ketika ada sesuatu yang salah, orang pesimis melihat kejadian negatif bagian dari  pribadi (aku seorang pembicara publik yang mengerikan), permanen (aku tidak akan menjadi lebih baik), dan menyebar luas (aku akan kehilangan rasa hormat dari rekan-rekan saya dan pasangan saya). Kita perlu pesimis untuk mengantisipasi yang terburuk dan mempersiapkan diri untuk semua itu. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang tidak pernah khawatir memiliki kinerja yang lebih rendah daripada mereka yang khawatir dari waktu ke waktu. Studi lain juga menunjukkan bahwa ketika seorang pengusaha sangat optimis, usaha baru mereka berpenghasilan kurang dan tumbuh lebih lambat, pun begitu ketika seorang CEO sangat optimis, mereka sering  mengambil utang yang sangat  berisiko.

Pada akhirnya, gaya berfikir positif atau negatif sebenarnya bisa saja merugikan, dimana Pesimisme bisa menjadi fatalistik, dan optimisme menjadi beracun. Jalan keluar yang lebih baik adalah adalah menemukan rentang yang lebih moderat yang menggabungkan manfaat dari kedua pendekatan tersebut. Pemilihan strategi berfikir yang sesuai merupakan pilihan terbaik, misalnya Jika Anda seorang pesimis defensif, ketika mempersiapkan untuk kinerja terbaik Anda, maka  Anda mungkin harus membuat daftar kelemahan Anda, bukan kekuatan Anda, dan minum segelas kecemasan daripada suntikan kepercayaan diri.

Sumber: http://www.huffingtonpost.com/adam-grant/the-positive-power-of-neg_b_4107096.html, Akses: 21/10/2013