Siang ini saya pergi ke kondangan salah satu teman waktu Aliyah dulu di
daerah Ciamis. Saya datang setelah akad selesai, pas dimana acaranya giliran bersalaman dan mengambil hidangan. Saya
mengisi dulu daftar tamu, kemudian saya langsung menuju ke tempat pengantin,
yang di sana juga teman-teman lain sudah antri, kemudian saya ikut antri,
bersalaman dengan penganten sambil mendoakan keduanya, dan setelah itu mengambil jamuan makan. Selepas mengambil
jamuan yang tekah dihidangkan, saya duduk di bangku yang telah disediakan
sambil makan, sambil menonton hiburan dangdut yang memang diset oleh panitia untuk
menghibur tamu undangan yang datang.
Seni dalam acara pernikahan sepertinya tidak bisa dipisahkan, baik seni
tradisional seperti “lengser” dalam adat sunda, atau seni moderen seperti
dangdutan yang saya saksikan tadi siang ini. Lengser atau dangdutan merupakan
seni yang pada inti sebenarnya adalah alat hiburan. Seni itu hiburan
yang bisa membuat seseorang bahagia. Pernikahan itu merupakan kebahagian, jadi
pantas kalo isi yang disajikan dalam
acara pernikahan itupun seni yang membuat orang bahagia.
Tapi, saya merasa agak risih, ketika dalam seni dangdutan tadi ada
“saweran”nya, yang dilakukan oleh penonton untuk biduannya, karena mau minta
lagu sambil goyang bareng di depan; atau
mungkin yang lebih jauh lagi (di tempat nikahan tadi tidak) ada semacam
eksploitasi pamer tubuh si biduan yang meliuk-liuk seperti cacing kepanasan,
dan disoraki sambil disiuli prikitiwww atau apa. Memang seni itu adalah
hiburan dan cara untuk membuat orang senang dan bahagia. Apakah dengan meliuk-liuk dan bergoyang bareng penonton
senang? Sepertinya senang... Apakah
semua penoton senang dan bahagia? Bisa saja tidak, karena memang sifat hiburan yang membahagiakan itu tergantung
dari pemaknaan jiwa para penikmatnya.
Budayawan Emha Ainun Nadjib dalam bukunya Indonesia bagian dari desa saya (2013)
menuliskan bahwa Hiburan merupakan
manifestasi hasrat pemenuhan pengalaman kejiwaan yang paling didambakan
manusia. Hiburan yang paling prima adalah rasa bahagia. Hiburan yang minimal
ialah hiburan picisan yang sekedar kamuflase, belaian-belaian semu. Oleh sebab itulah,
dunia hiburan saat ini lebih banyak menjual kesemuan, dan bayangan-bayangan
yang menina bobokan masyarakat; yang bersifat konsumtif daripada kreatif; karena
dipandang lebih mudah dan memberi keuntungan yang lebih besar. Padahal, hiburan itu
juga memerlukan kreativitas. Bagi Emha, kreativitas itu sendiri sebenarnya
mengajak dan mengantar manusia ke realitas yang tak semu, membuat orang
berbahagia.
Masyarakat perlu memilih hiburan dan diberi hiburan yang tidak hanya membuat senang tapi juga bahagia, yang berupa
kepuasan dan ketentraman batin, sehingga tidak melupakan hakikat dirinya sebagai
buah karya terbaik yang diciptakan oleh sang pencipta, yang memiliki tugas
menjaga keharmonisan kehidupan. Seni hiburan harus bisa mengajak seseorang
semakin ingat akan kemaha kuasaan sang pemiliki kehidupan. Oleh sebab itu, seni
harus dibuat dan disesuaikan dengan keinginan Tuhannya para malaikat, Tuhannya manusia.
Para penikmat seni perlu diasah keadaan jiwa dan kreatifitasnya, dikuatkan General Educationnya, sehingga ketika
dihadapkan dengan Seni, seseorang bisa memaknai dari setiap sajian seni dan
mengambil manfaat besar dari seni bagi kehidupannya. Allah itu maha indah, sang
pembuat model terindah, dan menyukai keindahan.
Allahu’alam
Hasbunallah wanikmal wakil