Pages

Minggu, 19 Januari 2014

Cahaya Perempuan 2

Katanya, pas aku lahir, beratku 4,2 Kg lho. Ukuran di atas rata-rata bagi bayi kebanyakan. Katanya juga, waktu umurku seminggu, pakaian bayiku juga udah gak cukup, soalnya aku lebih gede dari bayi kebanyakan, makannya bibiku membantu ibu nyatuin pakaian bayiku. Selama 9 bulan, ibu ku harus gendong ke sana-kemari beban 4 kg tanpa dilepas. Masyallah. Jadi gak bakal mungkin aku bisa membalas apa yang telah ia lakukan kepadaku. Aku mungkin hanya bisa berdoa " Ya Allah, berilah kesehatan bagi ibu bapakku ini, berilah ia kemudahan dalam segala urusannya, berilah ia kebahagiaan dalam menjalankan kehidupannya. Ya Allah, ampunailah dosaku dan dosa ke dua orang tua ku, dan kasihanilah ia, sebagaimana ia mengasihaniku sewaktu kecil"
Usiaku telah bertambah dalam jumlahnya, tapi pada hakikatnya jatah kehidupanku ini memang berkurang. Aku merasa bahwa aku masih sering banyak merepotkan ibu bapakku, belum bisa memberi dan menunaikan semua harapannya. Mungkin juga aku banyak mengecewakan ke dua nya. Tapi yang jelas aku tahu, ibu bapakku mengerahkan semua cintanya untukku, untuk adik dan juga kakakku. Masih mengganjal rasanya, aku yang udah menginjak dewasa awal dalam tahapan psikologi ini, belum mampu memberikan apa-apa untuk ibu bapakku, walaupun aku tahu mereka tidak pernah meminta apa-apa.... (Minggu, 19 Januari 2014, pukul 20.03 WIB)


Pagi ini saya membaca buku yang ditulis Hellen Keller The World I Live in (telah dialihbahasakan oleh Dyta Sylvana dan Salahhuddien dengan judul  Aku Buta dan Tuli sejak Bayi, Pergulatan Batin Perempuan Tunanetra-Tunarungu yang menaklukkan dunia, 2011, Jakarta: Kayla Pustaka). Saya kembali menemukan sisi kehebatan para perempuan. Ialah Heller Keller yang sejakusia 19 bulan ia menderita buta tuli. Walaupun demikian, Keterbatasannya tersebut tidak membuatnya patah semangat untuk memahami bagaimana realitas dunia. Ia belajar "melihat" dan "mendengar" dengan tangan, hidung atau lidahnya. tatkala mata dan telinganya berhenti berfungsi, penglihatan batin dan imajinasinya berkembang pesat. Ia dapat menyimak orkestra dengan getaran suara, bahakan ia mampu meramalkan datangnya peristiwa seperti badai.

Hellen seorang pertama yang mampu menaklukan universitas, sehingga ia mampu memperoleh gelar sarjana, dan menulis buku yang banyak menginspirasi jutaan orang pembaca. Ia mampu menunjukan dan meruntuhkan orang-orang yang menyepelekan akan keterbatasannya dengan kecerdasan dan prestasi-prestasi yang mengagumkan.
Semua indra saling membantu dan memperkuat satu sama lain, hingga aku tak dapat membedakan apakah penciuman atau sentuhan yang bercerita kepadaku tentang dunia. Setiap musim beraroma khas. Musim semi beraroma tanah dan getah, musim gugur dipenuhi aroma wangi yang mempesona memenuhi udara dari semak-semak, rerumputan, bunga dan pepohonan. Semakin musim itu berlanjut, aroma pun berganti, semuanya bercerita kepadaku tentang waktu pergantiannya.

Hellen Keller mengajarkan kita untuk semakin memertajam kemampuan penglihatan kita. Menurutnya bahwa Ketajaman penglihatan kita ini tidak bergantung pada kemampuan mata kita melihat (secara real), tetapi pada kemampuan kita merasakan (menangkap pesan apa yang bisa kita tangkap dari apa yang kita lihat, rasa, atau dengar, dan mengolahnya menjadi satu bentuk kebaikan yang bermanfaat untuk diri kita ataupun orang lain). Pemahaman ini juga menuntun saya untuk merenungi keberadaan saya hari ini. Usia saya yang semakin berkurang jatahnya ini sudahkah menjadi ladang kebaikan untuk saya khususnya dan umumnya untuk orang-orang di sekitar saya? padahal apa yang telah dilakukan selama ini akan dimita pertanggung jawabannya kelak...

Astaghfirullah wa atuubu ilaik

Dari satu ke satu
Tanggal terus berputar dan kembali
setalah ia berputar penuh, bergerak ke berbagai arah
semuanya kembali ke titik semula

Dari satu ke satu
adalah cermin kesejatian manusia
Manusia yang satu akan kembali ke yang maha satu
dan manusia yang satu harus menyatukan diri dengan kesatuan
agar menjadi satu dan kembali ke satu

Dari satu ke satu
Entah apa saja yang sudah terlewati
Entah kisah apa saja yang telah dibangun
Tapi semua nya itu pada akhirnya akan berakhir dan kembali
untuk yang maha satu, yang terunggul
Tuhan pencipta alam

dari satu ke satu adalah kepastian
yang mungkin bisa diprediksi, tapi tidak dapat dipastikan kapan kepastiannya
Yang jelas manusia pasti kembali
ke keberadaaan awalnya
dari satu ke satu
dan sejauh apapun kita melangkah, pasti kita akan kembali


Hasbunallah wanikmal wakil