Pages

Jumat, 17 Januari 2014

Logika dan Psikologi (Sebuah catatan Kuliah)



Logika dan Psikologi tidak bisa dilepaskan dalam proses pendidikan. Ketika logika memasok bentuk rasional untuk menghasilkan pemikiran, psikologi mempelajari proses berpikir yang sebenarnya. Logika mempertimbangkan jenis argumen yang benar, bagaimana orang benar-benar berpikir dan menghasilkan argumen yang logis dan relevan; psikologi  memberitahukan pengajar akan hal penting tentang bagaimana kecenderungan perilaku siswa mereka. Dengan logika seseorang bisa menghasilkan argumen yang logis; deng psikologi maka seseorang semakin termotivasi untuk melakukan sesuatu sesuai yang di fikirkannya.
Langkah yang bisa dilakukan oleh guru dalam mengembangkan logika dengan metode psikologi adalah dengan cara seorang guru memberi penghargaan kepada siswa yang telah belajar menarik kesimpulan dengan logikanya dengan pemberian hadiah. Pada mulanya siswanya mungkin belajar hanya untuk mendapatkan hadiah saja. Namun, secara bertahap, jika ia belajar dengan baik, siswa dapat menemukan kepuasan dalam berfikir, bukan hanya karena penghargaan yang didapat, tetapi juga karena buah dari  intelektualnya. Dengan demikian kebiasaan berpikir logis dapat dilatih dengan cara psikologis, yaitu dengan taktik khusus pengajaran, berdasarkan pemahaman tentang perilaku manusia.
Pengetahuan dan pelatihan dalam berlogika pada diri seseorang akan mempengaruhi perilaku orang tersebut. Orang yang telah mempelajari logika akan cenderung lebih rasional, tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain, serta lebih kompeten dalam menyampaikan argumen mereka.
Logika dan psikologi itu tidak harus dipertentangkan, tetapi harus berjalan seiring. Proposisi ini didukung oleh sebagian besar pengamat. John Dewey mengidentifikasi " psikologi dan logika " dengan "proses dan produk". Proses psikologis, katanya, menjadi sarana untuk memahami materi pelajaran dalam bentuk logis. Proses belajar adalah "perkembangan yang progresif dari organisasi pengalaman yang lebih lengkap untuk mencapai suatu kematangan”.
Dengan demikian pendidikan di Indonesia seharusnya bisa memperhatikan tidak hanya aspek logika semata, tetapi juga mempertimbangkan aspek-aspek psikologis agar pendidikan di Indonesia berjalan dengan baik dan benar.