Pages

Minggu, 19 Januari 2014

Cahaya Perempuan

Di tanggal yang sama pada hari ini, 26 tahun yang lalu perempuan itu masih memangku ku dalam rahim perutnya. Entah apa yang ia lakukan waktu itu, aku tak tahu persis, karena aku belum bisa melihatnya. Dia menjadi perantara Allah menyampaikan semua rizkiNya untukku. Aku makan, minum, mendapat asupan gizi dan sebagainya melalui perantaraannya. Sifat maha lembut Allah telah dititipkan untuknya. Hingga saat ini, kelembutannya tak pernah habis, dan tak mungkin habis. Walau ia harus menahan kepayahan dari kepayahan, perih yang amat perih saat ia akan melahirkan ku dari Rahimnya, ia tetap Lembut. Banyak yang ia perjuangkan untuk ku, dan keluargaku. Perempuan itu adalah perwujudan cahaya Allah di dunia yang luar biasa (Sukahurip, 19 januari 2014).

Allah telah banyak memuliakan perempuan dengan banyak hal. Misalnya, ketika Muhammad ditanya tentang siapa saja yang harus dimuliakan, Rasulullah itu menyebut nama ibu lebih banyak dibanding menyebut nama ayah. Perempuan memang istimewa, diciptakan dengan bentuk yang indah dan perasaan yang lembut. Ketika Allah meminjamkan kekuatan bagi lagi-laki, Allahpun menitipkan kelembutan bagi perempuan. Perempuan adalah pancaran sinar Allah yang tidak bisa dilihat sembarangan, karena jika dilihat tanpa ada perantara apa-apa, kita akan melihat kesilauan, sehingga kita tidak bisa melihat apapun, bahkan bisa merusak mata.  Perempuan bisa membantu kita mendapat cahaya Allah, jika kita melihatnya dengan aturan yang benar, dan juga bisa membuat kita gelap mata jika tidak dengan aturan Allah.

Kemudian, Rasulullah juga melihat di neraka, mayoritas penduduknya adalah perempuan, dan ciri-ciri terjadinya kiamat adalah jumlah perempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Ini pertanda bahwa perempuan  harus berhati-hati menjaga titipan cahaya Allah, menjaga kelembutannya, jangan sampai ia mengobral sembarangan apa yang telah dititipkannya. Cahaya yang dititipkan Allah tidak hanya bagi perempuan saja, tetapi makhluk lain pun diberi cahaya seperti cahaya matahari. Cahaya yang dititipkan Allah bagi perempuan adalah cahaya jiwa, sedangkan cahaya yang dititipkan bagi matahari adalah cahaya jasmani. Apa bedanya? cahaya matahari itu bebas dipancarkan untuk siapa saja, untuk apa saja, dan menjadi rahmat bagi seluruh alam, cahaya perempuan tidak seperti itu. Cahaya yang dititipkan pada perempuan tidak bisa diumbar ke siapa saja, untuk apa saja. Cahaya perempuan boleh dipancarkan lewat ijab dan buku nikah yang syah. Kalau tanpa ikatan pernikahan, cahaya itu bisa menjadi malapetaka (untuk itu Cahaya perempuan itu tidak sembarangan).

Wujud perempuan bagaimanapun bentuknya adalah wujud realitas alam, yang aturannya akan membentuk realitas sosial. Menjaga kodrat perempuan, kesucian perempuan, merupakan aturan yang harus dilakukan dalam menjaga wujud realitas perempuan, sehingga dalam upayanya menghasilkan adanya pernikahan, berhijab dan sebagainya. Jika suami ingin menikmati indahnya wujud perempuan dalam realitas sosial adalah baik, bahkan terpuji. Tetapi bagi yang tidak punya ikatan pernikahan, hal ini tentunya bisa jadi akan mengurangi derajat wanita dan laki-laki yang melakukannya. Inilah ketentuan Allah tentang larangan zina, yang Allah melarangnya untuk didekati (kalau dilakukan bisa lebih parah). Segala kreativitas budaya yang mengorientasikan menuju ke kemungkinan perzinaan itu dilarang.

Larangan bagi perempuan untuk mengobral tubuhnya semata-mata adalah ketentuan Allah untuk menjaga kelembutan cahayanya. Cahaya itu tidak tampak, sebab yang kita lihat adalah benda yang ditimpanya. Suara itu tidak terdengar, sebab yang didengar adalah perwujudan suara. Hakikat suara justru akan kita temeukan dalam sepi, dalam sunyi, dalam keadaan tanpa raga suara. Apa artinya? kelembutan itu senantiasa tersembunyi. Kelembutan, keindahan dan juga wanita senantiasa menyembunyikan diri dalam rahasia karena memang itulah kegunaannya. Untuk itu perempuan harus menyembunyikan tubuhnya bagi siapa saja (kecuali orang-orang tertentu yang memang diperkenankan untuk melihatnya), sehingga cahayanya akan tetap terjaga.

Emha Ainun Nadjib menuliskan dalam bukunya Slilit sang Kiai (2013: 144) 
Karena hendak menyingkap wajah Allah,  Musa pingsan di bukit Tursia. Al Hallaj digantung, dan syekh Siti Jenar dipenggal lehernya. dan karena wanita menyingkap pahanya, maka pingsanlah kehormatannya, digantunglah kepribadiannya, dan tersembelihlah ketinggian hartanya.
Maha suci Allah yang telah menciptakan banyak rupa keindan, Tuhan kami. Dan segala puji adalah miliknya. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Engkau, dan aku memohon ampunan kepadaMu, bertaubat kepadaMu.
 


Hasbunallah wanikmal wakil

Allahu'alam