Bangsa
Indonesia memiliki "alam takdir", watak khas kemanusiaan dan kekayaan
budaya yang sangat menggiurkan untuk membangun peradaban penerang dunia masa
depan.
Indonesia
adalah rujukan utama untuk "membangun demokrasi di negeri mayoritas Muslim".
Di antara enam nomine, Indonesia di posisi utama, Iran dan Turki urutan
terbawah. Sayang, bangsa Indonesia seperti dikubur kenyataan sejarah masa
silamnya sehingga penduduk Bumi hanya mengenal Yunani Kuno, Mesir Kuno, Mesopotamia,
atau Inka Maya
Bangsa Nekat
Manusia Nusantara
adalah hibrida dari ekstrem densitas positif dengan ekstrem densitas negatif.
Karena itu, manusia Nusantara memiliki kenekatan hidup melebihi bangsa mana
pun di muka bumi: Berani merundingkan rencana korupsi bahkan ketika air wudu belum kering, dengan cara yang keterlaluan. "Tolong 10 persen dikasih
para kiai, 10 persen dihibahkan ke pesantren. Jelasnya nanti kita tahlilan di
Hotel X tanggal sekian jam sekian...."
Yang
dimaksud para kiai adalah anggota DPR tertentu, terkait proyek yang akan
disunat. Pesantren adalah pejabat kementerian jalur proyek itu. Tahlilan maksudnya
pertemuan. Idiom apel malang, apel washington kini beralih jadi
"islami".
Bangsa
Indonesia berani kawin tanpa punya pekerjaan. Berani kredit sepeda motor ketika
utang masih bertumpuk Berani naik menara tinggi pakai sandal jepit sambil
merokok tanpa tali pengaman. Berani berdesakan di atap kereta api tanpa
berpegangan. Kalau tertangkap korupsi langsung pakai
peci, kerudung, bahkan jilbab. Begitu duduk di kursi pengadilan,
menenteng tasbih di jari jemarinya.
Bangsa yang
tidak kunjung hancur oleh krisis ekonomi, tetapi menang kontes tertawa sedunia Industri
kuliner melonjak, dengan kampung dan jalanan tetap memancarkan kehangatan.
Tentu ada
juga contoh ketangguhan manusia Nusantara Namun, cerita ketangguhan mungkin
merupakan bagian untuk menghibur diri dari kebrengsekan kehidupan bernegara yang
tak kunjung usai. Bangsa Nusantara adalah garuda jinak berkekuatan emprit: bisa
dijajah ratusan tahun oleh beberapa peleton satpam perusahaan Belanda
Ada yang mencoba berpikir kontekstual: Ayam tak
mungkin melakukan pekerjaan burung, tetapi burung juga jangan melakukan
kebangkitan ayam. Kalau bangsa Indonesia adalah garuda, kebangkitannya haruss bervisi
garuda. Kalau bangsa Indonesia tidak tahu siapa dirinya, bagaimana mungkin
mendesain kebangkitannya?
Namun, ada
juga yang berpikir universal dan esensial: Terserah siapa kita dan siapa nenek
moyang kita, pokoknya hari ini kembangkan potensi dengan kerja keras dan
ketekunan.
Lima Pilar
Bangunan
NKRI disangga oleh lima pilar. Pilar pertama, yang utama dan berada di tengah
bangunan, adalah rakyat. Pilar kedua:
kaum intelektual. Untuk konteks negara modern disebut kelas menengah. Wilayah perarmya
legislatif, eksekutif, yudikatif, dan pers.Pilar
ketiga, tentara rakyat. Sekarang TNI dan Polri Pilar keempat, keraton dan
kekuatan kebudayaan. Pilar kelima, institusi agama dan spiritualisme.
Pada era
awal kemerdekaan hingga menjelang akhir 1950-an, terdapat keseimbangan lumayan di
antara lima pilar itu. Kemudian mengerucut ke "Aku Soekarno".
Lantas pada 1965 dijebol oleh strategi "anak petani" Soeharto yang
kemudian mendayagunakan pilar ketiga, dengan membonekakan pilar kedua dan mengebiri
pilar-pilar lainnya.
Soeharto,
sesudah- ia menggeser landasan kekuatan dari "merah
putih" ke hijau, dari ABRI merah putih ke ABRI hijau, dari merah putih
Golkar ke embrio politik hijau melalui pesemaian
ICMI. Namun, kekuasaan global punya "pasal": Indonesia silakan maju
perekonomiannya, bahkan boleh berkibar trisakti (politik, ekonomi dan ke budayaan)-nya,
asal jangan "pakai peci".
Karena pergeseran
warna Soeharto dan merah putih ke hijau, dari Soeharto abangan ke Haji Muhammad
Soeharto, dari "Islam Jawa" ke "Jawa Islam", ditambah
sejumlah variabel lain, maka reformasi direkayasa untuk menjatuhkannya.
Mahasiswa dan kelas menengah intelektual di casting jadi pahlawan yang
mampu menggulingkan Soeharto.
Hidup Tenang
Soeharto lengser. la hidup tenang, menyiram
kembang di Cendana dan tidak minta suaka ke luar negeri, tidak di demo di RT-RW-nya.
Mungkin perih hatinya melihat anak-anaknya, tetapi Soeharto benar-benar ora
patheken selama tidak menjadi presiden di sisa hidupnya.
Ia tahu tak akan pernah diadili. Hanya
dikutuk, dibenci, dan dirasani. Sebab, kebanyakan prang Indonesia ingin
menjadi dia, ingin menggantikan dan memperoleh laba, keenakan dan kenikmatan
yang is peroleh 32 tahun. Maka, ia tidak lari ke mana-mana la tenang
sembahyang, secara resmi mengangkat seorang imam untuk memandunya berwirid khusnul
khatimah.
Akhirnya is dipanggil, Tuhan, meninggalkan
rakyat Indonesia yang makin kebingungan menentukan Soekarno itu baik atau buruk,
Soeharto itu benar atau salah Sebenarnya mana rujukan masa depan kita. Orde
Lama, Orde Baru, ataukah Reformasi. Bahkan, para penganut substansialisme
hampir pecah kepalanya karena tak bisa menjawab SBY ini beneran presiden
atau presiden-presidenan.
Cari Untung
Kita bangsa
Indonesia tidak mau disiksa terus-menerus oleh kebingungan sehingga yang penting
sekarang di tempat masing-masing kita sibuk "cari untung". Kita
manusia Indonesia memfokuskan diri pada tema-tema kecil, sekunder, dan
parsial. Karena yang besar-besar hampir mustahil diidentifikasi dan dielaborasi.
Akan tetapi,
kita jangan mati dengan melepas anak-anak kita buta tak tahu belakang dan tak mengerti
depan. Sebenarnya saya gembira dan optimistis hampir di beberapa wilayah saya
berjumpa dengan ribuan anak-anak muda yang berjuang menyembuhkan kebutaan
hidupnya.
Penduduk
Indonesia sekarang rata-rata berusia 27,5 tahun. Yang saya jumpai sejauh saya
berkeliling ke pelosok sejak hari kedua Soeharto jatuh adalah para pemuda usia tersebut dengan sorot mata aneh. Aneh karena muatan orisinalitasnya. Mereka
tidak hancur oleh ketidak menentuan negaranya. Mereka tidak semena-mena bisa
dicuci otak dan mentalnya oleh industri disinformasi dan peradaban hiburan kekonyolan.
Anak-anak muda Nusantara sedang mempersiapkan kebangkitannya
Ada gerakan 1 juta petani muda, ada eksperimentasi keindonesiaan di segala bidang. Pelan
tetapi pasti akan lahir kaum muda visioner dan expert, dengan atau tanpa profesionalisme kependidikan. Nutrisinya meningkat, daya akuntansi makin
tajam, dengan kedisiplinan dan kesungguhan. Di dunia maya mereka juga mengincar
supremasi.
,Sejarah hari esok Indonesia tidak bisa mengelak dari pemikiran-pemikiran
baru kaum muda untuk mentransformasikan ketatanegaraan NKRI dan mensaleh-kan
konstitusi dan hukumnya.. "Saleh" adalah kebaikan yang dihitung dan
disimulasikan sedemikian rupa sampai manfaatnya maksimal dan mudaratnya
minimal.
EMHA AINUN NADJIB
(Budayawan)
Sumber: KOMPAS, SABTU, 17 NOVEMBER 2012