Pages

Rabu, 12 Desember 2012

Kaum Muda Masa Depan Bangsa

Bangsa Indonesia memiliki "alam takdir", watak khas kemanusiaan dan kekaya­an budaya yang sangat menggiurkan untuk mem­bangun peradaban pene­rang dunia masa depan.
Indonesia adalah rujukan uta­ma untuk "membangun demo­krasi di negeri mayoritas Mus­lim". Di antara enam nomine, Indonesia di posisi utama, Iran dan Turki urutan terbawah. Sayang, bangsa Indonesia se­perti dikubur kenyataan sejarah masa silamnya sehingga pendu­duk Bumi hanya mengenal Yu­nani Kuno, Mesir Kuno, Mesopotamia, atau Inka Maya
Bangsa Nekat
Manusia Nusantara adalah hibrida dari ekstrem densitas po­sitif dengan ekstrem densitas ne­gatif. Karena itu, manusia Nu­santara memiliki kenekatan hi­dup melebihi bangsa mana pun di muka bumi: Berani merunding­kan rencana korupsi bahkan ke­tika air wudu belum kering, de­ngan cara yang keterlaluan. "To­long 10 persen dikasih para kiai, 10 persen dihibahkan ke pesan­tren. Jelasnya nanti kita tahlilan di Hotel X tanggal sekian jam sekian...."
Yang dimaksud para kiai ada­lah anggota DPR tertentu, terkait proyek yang akan disunat. Pe­santren adalah pejabat kemen­terian jalur proyek itu. Tahlilan maksudnya pertemuan. Idiom apel malang, apel washington ki­ni beralih jadi "islami".
Bangsa Indonesia berani kawin tanpa punya pekerjaan. Berani kredit sepeda motor ketika utang masih bertumpuk Berani naik menara tinggi pakai sandal jepit sambil merokok tanpa tali peng­aman. Berani berdesakan di atap kereta api tanpa berpegangan. Kalau tertangkap korupsi langsung pakai peci, kerudung, bahkan jilbab. Begitu duduk di kursi pengadilan, menenteng tas­bih di jari jemarinya.
Bangsa yang tidak kunjung hancur oleh krisis ekonomi, tetapi menang kontes tertawa sedunia Industri kuliner melonjak, dengan kampung dan jalanan tetap memancarkan kehangatan.
Tentu ada juga contoh ketangguhan manusia Nu­santara Namun, cerita ke­tangguhan mungkin me­rupakan bagian untuk menghibur diri dari kebrengsekan kehi­dupan bernegara yang tak kunjung usai. Bangsa Nu­santara adalah garuda jinak ber­kekuatan emprit: bisa dijajah ratus­an tahun oleh be­berapa peleton satpam perusa­haan Belanda
Ada  yang mencoba berpi­kir kontekstual: Ayam tak mung­kin melakukan pekerjaan bu­rung, tetapi burung juga jangan melakukan kebangkitan ayam. Kalau bangsa Indonesia adalah garuda, kebangkitannya haruss bervisi garuda. Kalau bangsa In­donesia tidak tahu siapa dirinya, bagaimana mungkin mendesain kebangkitannya?
Namun, ada juga yang berpikir universal dan esensial: Terserah siapa kita dan siapa nenek mo­yang kita, pokoknya hari ini kem­bangkan potensi dengan kerja keras dan ketekunan.

Lima Pilar
Bangunan NKRI disangga oleh lima pilar. Pilar pertama, yang utama dan berada di tengah ba­ngunan, adalah rakyat. Pilar kedua: kaum intelektual. Untuk konteks negara modern disebut kelas menengah. Wilayah perarmya legislatif, eksekutif, yu­dikatif, dan pers.Pilar ketiga, tentara rakyat. Se­karang TNI dan Polri Pilar ke­empat, keraton dan kekuatan ke­budayaan. Pilar kelima, institusi agama dan spiritualisme.
Pada era awal kemerdekaan hingga menjelang akhir 1950-an, terdapat keseimbangan lumayan di antara lima pilar itu. Kemu­dian mengerucut ke "Aku Soe­karno". Lantas pada 1965 dijebol oleh strategi "anak petani" Soe­harto yang kemudian mendaya­gunakan pilar ketiga, dengan membonekakan pilar kedua dan mengebiri pilar-pilar lainnya.
Soeharto, sesudah- ia menggeser landasan kekuat­an dari "merah putih" ke hijau, dari ABRI me­rah putih ke ABRI hijau, dari merah putih Golkar  ke embrio politik hijau melalui pesemaian ICMI. Namun, ke­kuasaan global punya "pasal": Indonesia silakan maju perekonomiannya, bahkan boleh berkibar trisakti (politik, ekonomi dan ke­ budayaan)-nya, asal jangan "pakai peci".
Karena pergeseran warna Soeharto dan merah putih ke hijau, dari Soeharto abangan ke Haji Muhammad Soeharto, dari "Islam Jawa" ke "Jawa Islam", ditambah sejumlah variabel lain, maka reformasi direkayasa untuk menjatuhkannya. Mahasiswa dan kelas menengah intelektual di casting jadi pahlawan yang mam­pu menggulingkan Soeharto.

Hidup Tenang
Soeharto lengser. la hidup tenang, menyiram kembang di Cendana dan tidak minta suaka ke luar negeri, tidak di demo di RT-RW-nya. Mungkin perih ha­tinya melihat anak-anaknya, tetapi Soeharto benar-benar ora patheken selama tidak menjadi presiden di sisa hidupnya.
Ia tahu tak akan pernah diadili. Hanya dikutuk, dibenci, dan di­rasani. Sebab, kebanyakan prang Indonesia ingin menjadi dia, ingin menggantikan dan mem­peroleh laba, keenakan dan ke­nikmatan yang is peroleh 32 ta­hun. Maka, ia tidak lari ke ma­na-mana la tenang sembahyang, secara resmi mengangkat seo­rang imam untuk memandunya berwirid khusnul khatimah.
Akhirnya is dipanggil, Tuhan, meninggalkan rakyat Indonesia yang makin kebingungan menen­tukan Soekarno itu baik atau bu­ruk, Soeharto itu benar atau sa­lah Sebenarnya mana rujukan masa depan kita. Orde Lama, Orde Baru, ataukah Reformasi. Bahkan, para penganut substan­sialisme hampir pecah kepalanya karena tak bisa menjawab SBY ini beneran presiden atau presi­den-presidenan.

Cari Untung
Kita bangsa Indonesia tidak mau disiksa terus-menerus oleh kebingungan sehingga yang penting sekarang di tempat masing-masing kita sibuk "cari un­tung". Kita manusia Indonesia memfokuskan diri pada tema-tema kecil, sekunder, dan parsial. Karena yang besar-besar hampir mustahil diidentifikasi dan di­elaborasi.
Akan tetapi, kita jangan mati dengan melepas anak-anak kita buta tak tahu belakang dan tak mengerti depan. Sebenarnya saya gembira dan optimistis hampir di beberapa wilayah saya berjumpa dengan ribuan anak-anak muda yang berjuang menyembuhkan kebutaan hidupnya.
Penduduk Indonesia sekarang rata-rata berusia 27,5 tahun. Yang saya jumpai sejauh saya berke­liling ke pelosok sejak hari kedua Soeharto jatuh adalah para pe­muda usia tersebut dengan sorot mata aneh. Aneh karena muatan orisinalitasnya. Mereka tidak hancur oleh ketidak menentuan negaranya. Mereka tidak seme­na-mena bisa dicuci otak dan mentalnya oleh industri disin­formasi dan peradaban hiburan kekonyolan. Anak-anak muda Nusantara sedang mempersiap­kan kebangkitannya
Ada gerakan 1 juta petani muda, ada eksperimentasi ke­indonesiaan di segala bidang. Pelan tetapi pasti akan lahir ka­um muda visioner dan expert, dengan atau tanpa profesionalis­me kependidikan. Nutrisinya meningkat, daya akuntansi ma­kin tajam, dengan kedisiplinan dan kesungguhan. Di dunia maya mereka juga mengincar supre­masi.
,Sejarah hari esok Indonesia tidak bisa mengelak dari pemi­kiran-pemikiran baru kaum mu­da untuk mentransformasikan ketatanegaraan NKRI dan men­saleh-kan konstitusi dan hukum­nya.. "Saleh" adalah kebaikan yang dihitung dan disimulasikan sedemikian rupa sampai man­faatnya maksimal dan mudarat­nya minimal.
EMHA AINUN NADJIB
(Budayawan)
Sumber: KOMPAS, SABTU, 17 NOVEMBER 2012