Pages

Minggu, 21 April 2013

Kematangan Spiritual

Kebijaksanaan Ajaran Tao: Integrasi Ajaran Tao dan Psikologi Jung, Erikson dan Maslow 
(David H. Rosen and Ellen M. Crouse)

Metamorfosis diri dari diri yang keliru (tidak asli) kepada diri yang asli merupakan aspek sentral dari Taoisme dan psikologi dari Jung, Erikson, serta Maslow. Melalui transformasi autentik dalam diri-sejati, seseorang mencapai integritas (keutuhan) dan kebijaksanaan (pengetahuan spiritual). Sementara itu, transendensi merupakan langkah penting dalam proses transformasi, karena  transformasi terus-menerus menyebabkan perubahan kepribadian yang nyata.

Tao telah digambarkan sebagai sebuah  Jalan (the Way), Yang Maha Tinggi (Supreme being), Esensi Utama (Primary esence), Keabadian (Eternity), Keutuhan (Wholeness), Misteri, arti (meaning), dan Menjadi keberadaan dan non keberadan yang paling beharga/Ultimate being and non Being  (Rosen 1997: 23). Tugas tertinggi Taoisme adalah untuk mewujudkan Tao melalui kebajikan, yang menghasilkan integritas. Salah satu yang dilahirkan dari Tao adalah pengalaman ego dalam Tai Chi (dualitas Yin dan Yang), menuju keutuhan (Wu Chi) untuk kembali ke keadaan seperti masa kanak-kanak, yang kembali bergabung dengan Tao dalam kematian.

Dari bayi sampai dewasa, berbagai aspek kebijaksanaan dipelajari melalui seni (simbol dan gambar), dongeng, perumpamaan, dan pengalaman manusia. Seni, dongeng, perumpamaan dan  pengalaman manusia adalah guru besar yang menghasilkan benih kebijaksanaan yang tumbuh dan berkembang sepanjang hidup.

BENIH-BENIH KEBIJAKSANAAN
Dalam skema Erikson, konflik pertama yang dihadapi bayi adalah kepercayaan vs ketidakpercayaan, yang jika berhasil diselesaikan, mengembangkan Kebajikan harapan (Erikson 1982: 56). Perkembangan harapan dan kepercayaan pada bayi merupakan langkah integral dalam melahirkan  kebijaksanaan pada orang dewasa,  dalam menggabungkan pandangan bahwa dunia dan penghuninya pada dasarnya baik. Bayi perempuan yang belajar bahwa ibunya atau ayahnya akan datang kepadanya dan memeluknya saat dia menangis, dan bayi laki-laki yang menemukan bahwa ketika ia tersenyum, ayah dan ibu tersenyum kembali, keduanya bisa mencapai sedikit pemahaman tentang dunia bahwa  "Dunia dan dapat dipercaya". Demikian pula, dalam hirarki Maslow, ketika kebutuhan fisiologis dasar makanan dan tempat tinggal terpenuhi, bayi belajar bahwa "ada ketertiban di alam semesta dan bisa mulai fokus energi lain" (Maslow 1943: 375). 

Resolusi positif  tahap pertama Erikson mempromosikan aspek kebijaksanaan yang mengandalkan optimisme dan harapan untuk masa depan, percaya dan percaya ada pesanan yang mendasari untuk alam semesta bahkan ketika itu tidak jelas. Benih-benih dasar ini diharapankan dan dpercayai bisa  mendorong perasaan anak dari `kesucian (numinous)'(Erikson 1982: 56).

Tingkat kedua hirarki  dalam kebutuhan Maslow, adalah keselamatan dan keamanan. Ini  merupakan dukungan untuk tahap berikutnya, dalam teori Erikson. Untuk Maslow, ketika kebutuhan keselamatan seseorang terpenuhi, individu bebas untuk mengeksplorasi hubungan dengan orang lain dan dunia (Maslow 1943: 378). Jung menggemakan sentimen ini ketika ia menjelaskan tahap presexual (lahir sampai usia enam tahun) sebagai salah satu ketergabtunga anak, seperti ulat, yang harus bergantung pada lingkungan yang aman dan terpelihara untuk kelangsungan hidup (Jung 1970b: 105-17). 

Erikson mengemukakan bahwa lingkungan yang aman dan konsisten mempromosikan kepercayaan di dunia, mendorong kemampuan anak untuk menguji potensi sendiri. Dalam tahap kedua Erikson, otonomi vs malu dan ragu, menjadi fokus utama untuk balita adalah pengembangan dari kebajikan (Erikson 1982: 56). Anak-anak yang berhasil bernegosiasi dalam tahap ini akan  menemukan bahwa individu dapat mempengaruhi dan mengubah lingkungan mereka. Ketika mereka diizinkan untuk menjelajahi dunia dalam konteks sistem keluarga yang aman dan konsisten, mereka juga belajar bahwa ada konsekuensi logis yang dapat diandalkan. Dengan kesuksesan dari tahap kedua Erikson ini, balita dapat mulai memahami sifat benar dan salah. 

AKAR KEBIJAKSANAAN DALAM ANAK
Tahapan skema berikutnya dari Erikson berkaitan dengan peran "bermain, humor, dan empati" sebagai aspek kebijaksanaan. Pada tahun-tahun prasekolah, atau usia bermain, konflik utama berkenaan dengan inisiatif vs rasa bersalah, dalam perkembangan sense of purpose (Erikson 1982: 56). Anak-anak pada tahap ini, memanfaatkan simbol-simbol dan gambar, belajar untuk berpura-pura dan meniru dunia di sekitar mereka. Dunia fantasinya tak terbatas, ketika ada rasa aman dalam dunia orang dewasa yang penuh kasih dan dapat diandalkan; dan menyediakan lahan subur bagi anak untuk menguji kekuatan dan kemampuannya. 

Erikson juga menjelaskan fungsi transenden tahap ketiga: pengikatan bersama-sama dari kesucian dan peradilan dramatis (numinous and judical into the dramatic) (1977: 101). Erikson menggambarkan tahap ini sebagai dasar kepercayaan diri anak-anak dalam kreativitas mereka '(1982: 77). Anak yang berhasil mencapai kebajikan dasar tujuan memiliki kemampuan untuk membayangkan dirinya dalam berbagai peran. 

Konflik pusat keempat Erikson, mencakup tahun-tahun sekolah dasar sampai pubertas, adalah “industri vs inferioritas” (Erikson 1982: 57). Kebajikan dan pemecahan masalah yang dikembangkan berupa kompetensi. Anak-anak pada usia ini terfokus pada belajar dan menumbuhkan pengetahuan pengalaman tentang dunia di sekitar mereka. Segi kebijaksanaan yang berakar pada tahap ini adalah kearifan. Erikson mengacu pada pemahaman dari faktualitas `'dunia sebagai fokus utama bagi anak usia sekolah (1982: 76). Jung memandang tahap prapubertas sebagai masa inkubasi atau pertumbuhan, ketika anak yang menjadi tanggungan secara perlahan mengembangkan rasa kemerdekaan, seperti ulat dalam fase kepompong (1970b: 105-17). Pada tahun-tahun dewasa akhir, kebijaksanaan menggabungkan pragmatisme dan pengetahuan pengalaman, sebagai komponen penting keadaan alami.

Sebagai perbandingan, tingkat ketiga dalam hirarki Maslow, adalah kebutuhan cinta dan rasa memiliki (need of love and belonging), yang berpusat di sekitar persahabatan, cinta, dan rasa satu tempat di dunia (Maslow 1943: 381). Kemampuan untuk mencintai dan menerima cinta dari orang lain adalah komponen penting dari kebijaksanaan. Meninjau tahap ketiga dan keempat di Erikson, kita melihat bagaimana kebutuhan di tingkat ketiga Maslow yang menonjol. Para anak prasekolah yang bermain-akting dan delapan tahun yang sedang bernegosiasi peraturan di sekolah keduanya mencari tempat di dunia dimana mereka akan dicintai dan diterima. Hal yang sama berlaku untuk remaja dan dewasa muda.

Pertubuhan Tunas  Kebijaksanaan

Masa remaja adalah waktu ketika perhatian individu bergeser dari fakta pragmatis tahap sebelumnya kepada ideological concerns (Erikson 1982: 32-3). Remaja sering mencoba posisi dan keyakinan  baru sebagai sarana meninjau diri mereka sendiri dari perspektif yang berbeda. Erikson menunjukkan kebutuhan untuk proses eksplorasi, dengan dukungan dan penerimaan dari keluarga dan masyarakat, sebagai langkah integral dalam konfigurasi `perkembangan dari individu dalam proses menuju keutuhan (1982: 74)'. 

Pemecahan positif  konflik identitas Erikson, mempromosikan sistem internal yang kuat akan pandangan tentang diri sendiri dan dunia yang satu, bahkan dalam menghadapi keadaan yang merugikan atau berubah. Pengembangan kesetiaan yang berhubungan dengan diri sejati seseorang membentuk aspek penting dari pertumbuhan terhadap kearifan dalam kedewasaan. Demikian pula, Jung melihat remaja sebagai metamorfosis, yaitu kelahiran psikologis dari diri sejati, terpisah dari orang tua dan independen seperti kupu-kupu (unik, indah, dan bebas) (Jung 1970b: 105-17).

Dalam hierarki Maslow, harga diri terbentuk pada tingkat keempat. Masa remaja merupakan masa  ketika seseorang sangat terkait dengan kepemilikan cinta, rasa memiliki dan dengan kebutuhan untuk diakui sebagai individu. Dengan hubungan cinta yang aman, remaja dibebaskan untuk mengeksplorasi jalan pencapaiannya (Maslow 1943: 381). Maslow merasa bahwa banyak orang tidak pernah maju melewati tingkat keempat hirarki, tetapi disana itu terdapat mereka yang berusaha ke level tertinggi berupa aktualisasi diri, memiliki kesempatan di akhir kehidupan mereka dengan perrasaan terhadap makna, kebijaksanaan, dan ketenangan (1943 :383).

Cabang Kebijaksanaan

Pada tahap perkembangan keenam Erikson, konflik sentral terjadi pada keintiman vs isolasi, dengan kebajikan yang dimunculkan berupa cinta dari kesuksesan kemantapan (Erikson 1982: 32-3). Hasrat dalam keintiman dapat dilihat sebagai kebutuhan untuk bergabung/berafiliasi dengan kelompok. Kapasitas cinta tidak hadir sampai adanya kesetiaan yang kuat.

Dari segi kebijaksanaan, afiliasi mengekspresikan dirinya dalam bentuk kehangatan, memperhatikan teman-teman, kekasih, keluarga, dan manusia pada umumnya. Afiliasi mengakui hubungan yang mendasari semua kehidupan. Jung mencirikan fase ini sebagai ‘an inner mariage-an internal love contrasexual aspect of one’s  psyche, yang menyediakan contoh dan potensi untuk realisasi pernikahan yang berhasil (1970: 189-201). 

Maslow memandang jenis afiliatif cinta non-posesif sebagai salah satu manifestasi dari aktualisasi diri (1955: 1-30). Demikian pula dengan Jung, ia percaya bahwa individuasi termasuk perilaku altruistik tanpa pamrih. Setiap individu harus menilai kembali kebutuhan dan konflik sampai tingkat tertentu dengan setiap fase kehidupan yang baru. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar atau kegagalan untuk menyelesaikan konflik awal dapat mengganggu kemampuan individu untuk berhasil menegosiasikan konflik di masa mendatang.

Kebijaksanaan Bermekaran

Karakter orang Dewasa ditandai dengan perjuangan antara Generativitas vs absorsi dan stagnasi, yang dapat diselesaikan secara positif kebijakan yang ada berupa kepedulian (Erikson 1982: 67). Bagi Erikson, generativitas meliputi procreativity, ketegasan produktivitas, pengembangan kemampuan, dan kreativitas, eksplorasi intuisi dan sumber daya batin (1982: 32-3; lihat Tabel 9.1 dan 9.2).  Erikson menggambarkan tahap ini sebagai `'generasi mendatang.

Erikson menyiratkan, bagaimanapun, ini bukan tahapan ketegasan atau pasif membagikan pengetahuan. Ini adalah waktu di mana banyak orang berada di puncak produktivitas dan kreativitas mereka. Konflik pusat tahap ini penyerapan diri dan stagnasi, yang dinyatakan sebagai kesulitan merangkul sejumlah pengetahuan pengalaman seseorang dan pemahaman intuitif untuk mendapatkan manfaat dunia, sementara memperdalam gudang sendiri kebijaksanaan. Sekali lagi, bentuk pelayanan aktif dan perawatan dari orang lain adalah inti dari konsep individuasi sukses Jung dan aktualisasi diri dari Maslow.

BUAH KEBIJAKSANAAN
Tahap akhir dalam  perkembangan teori  Erikson, yaitu ‘integritas vs putus asa’, merupakan salah satu yang paling mungkin untuk menjadi seperti Tao,  dan juga mewujudkan tujuan individuasi dari Jung dan tujuan aktualisasi diri dari Maslow. Perjuangan yang ditempuh adalah melepaskan persona seseorang dan identitas ego, yang dimungkinkan di satu sisi dengan bekerja dan berperan menjadi orangtua, dan di sisi lain melalui pengembangan hubungan dengan makna batin spiritual. Selain itu, penyelesaian positif berupa pencapaian kebijaksanaan, sehingga membuka jalan menuju integritas (Erikson 1982: 67). 

Kebijaksanaan terdiri dari semua kekuatan yang penting dan kebajikan dari tahap-tahap sebelumnya yang digabungkan menjadi keseluruhan. Menariknya, poin penting dari hal ini adalah terintegrasisnya keseluruhan filsafat spiritual seseorang ke dalam keimanan yang matang dan itu menjadi pokok sense of order, yaitu kembali ke pengertian dasar kepercayaan dan kebajikan, berupa harapan yang dikembangkan di tahap pertama kehidupan. Untuk Jung, kebijaksanaan dicapai melalui penolakan ego dan kontak dengan pusat ketuhanan (konsep Jung Diri, mirip dengan puncak hirarki Maslow). Jung telah membandingkan keberhasilan integrasi ini terhadap estetika yang telah dicapai dalam karya-karya besar seni, ia mencatat bahwa `seni kehidupan merupakan seni yang paling terkenal dan paling langka dari semua seni yang ada '(1933: 110).

Seperti yang telah digasrisbawahi oleh Jung, simbol lingkaran adalah salah satu yang tepat untuk diri dan Tao (Jung 1968: 355-84). Simbol ini tidak memiliki awal atau akhir, dan titik pusatnya bukanlah ego, tetapi sesuatu yang lebih besar dari diri (makhluk pribadi), yang disebut Jung ‘diri’, sama seperti keberadaan Universal. Pada tahap akhir pengembangannya adalah adanya penerimaan dan kembali ke sumber (Diri atau Tao) serta rasa damai dan harmonis

Erikson menunjukkan bahwa kebalikan dari integritas adalah jijik dan putus asa atas kehidupan seseorang dari kesalahan yang telah dibuat sepanjang hidupnya. Ia menyatakan bahwa konsep keputusasaan dalam bahasa Spanyol  (disebut desesperanza) juga merupakan kebalikan dari harapan (esperanza) (Erikson 1982: 67). Ketika harapan seseorang menjadi benar-benar terintegrasi, maka lingkaranpun selesai. Spiritual wholeness (Keutuhan spiritual) atau integritas adalah perwujudan dari Tao. Hal ini juga memberi kesadaran akan diri sejati seseorang yang terkoneksi ke diri, pusat ilahi dan totalitas.

Berikut tabel tentang  bagaimana aspek-aspek kebijaksanaan dari pandangan Maslaw dan Erikson

Tingkatan  Hierarki kebutuhan Maslaw
Tahapan Psikososial dan Kebajikan Erikson
Aspek Perkembangan Kebijaksanaan
Kebutuhan Fisiologis
Kepercayaaan vs Ketidak Percayaan
Pengalaman kebaikan dan benih iman
Kebutuhan akan rasa aman
Otonomi vs Perasaan malu
Inisiatif vs Kesalahan
Kebijaksanaan
Kebutuhan akan cinta dan kepemilikan
Kerajinan vs Inferioitas Identitas vs Kekacauan Identitas

Pengalaman Pengetahuan (Pragmatisme), Kearifan
Kebutuhan akan Harga Diri
Keintiman vs Isolasi
Memahami kesatuan alam semesta dan berkendara menuju keutuhan
Kebutuhan Aktualsisasi Diri
Generativitas vs absorsi diri dan Stagnasi
Integritas vs putus asa
Kematangan Iman dan pengalaman keutuhan Spiritual