Pages

Kamis, 26 Desember 2013

Belajar Memulai dari Diri Sendiri

Kita tidak boleh malu untuk mengakui kebenaran dan menganutnya dari manapun (dan siapapun) ia datang. Bahkan, sekalipun ia datang dari generasi terdahulu dan bangsa-bangsa asing. Bagi orang yang mencari kebenaran, tidak ada nilai yang lebih tinggi daripada kebenaran itu sendiri; ia tidak pernah merendahkan dan mencela orang yang mencarinya, tetapi justru menghargai dan menghormati nya (Al Kindi)


Alkisah, pada suatu ketika seorang raja ingin menguji kesadaran para warganya. Raja memerintahkan agar setiap orang, pada suatu malam yang ditetapkan, membawa madu untuk dituangkan dalam bejana yang telah disediakan di puncak bukit dekat kota. Seluruh warganya memahami keinginan sang warga dan mereka menyatakan bersedia untuk melaksanakan perintahnya.
Tiba pada waktu yang telah ditentukan,  seorang warga kota  (sebut saja si A) memiliki fikiran untuk mengelak, karena ia beranggapan bahwa sang Raja tidak akan tahu kalau hanya ia sendiri yang tidak membawa Madu. Dalam fikirannya ia akan membawa air. Menurutnya, sesendok air tidak akan mempengaruhi bejana madu yang telah dibawa oleh orang lain, apalagi itu dibawa pada malam hari yang gelap, pasti tidak akan ketahuan.
Kemudian apa yang terjadi? Sang Raja kaget, ternyata seluruh bejana yang telah disediakan untuk madu terisi air. Rupanya seluruh warga berfikiran sama dengan si A. Mereka mengharapkan warga lain untuk membawa madu sambil membebaskan diri dari tangung jawab. Dan si Rajapun kecewa atas perilaku warganya.
Kisah simbolik seperti ini mungkin saja sering terjadi dalam kasus sehari-hari. Misalnya saat kita buang sampah, kita mungkin berfikir, “sebuah keresek tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap lingkungan kita”, dan ternyata fikiran itu ada di semua orang. Alhasil, lingkungan kita menjadi gunung sampah keresek. Ibarat gigi-gigi mesin yang saling bergesekan untuk bergerak, maka jika satu gigi tidak bergerak, maka laju gigi-gigi lain pun akan terhambat. Oleh karena itu, kita tidak bisa mengandalkan orang lain untuk berbuat baik. Kita sendiri yang harus mau berbuat baik. Diri kitalah yang harus berbuat baik. Maka mulailah dari diri sendiri. Setiap orang adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Berbuat baik terhadap diri sendiri, terhadap orang di sekitar, terhadap alam dan terhadap Allah merupakan cerminan Akhlak. Akhlak yang baik merupakan dasar berjalannya roda kehidupan yang baik. Akhlak yang baik akan membantu timbangan manusia di hari kiamat, bahkan di dunia pun, akhlak menjadi bahan pertimbangan kualitas seseorang. Karena itu Rasulullah saw. diutus oleh Allah dengan misi menyempurnakan akhlak yang baik pada manusia. 
      Maka berbuat baiklah dari diri sendiri, karena bila bukan kita yang berbuat baik, lalu siapa lagi? Tetapi bila hanya untuk kita saja kebaikan kita memangnya siapa kita? Mulailah berbuat baik dari diri sendiri, saat ini, dan dari hal-hal terkecil. Semoga kita menjadi orang yang selalu berbuat baik di mana saja, kapan saja, untuk siapa saja.
Allahu’alam
Hasbuallah wanikmal wakil