Kita tidak boleh malu untuk mengakui kebenaran dan menganutnya dari manapun (dan siapapun) ia datang. Bahkan, sekalipun ia datang dari generasi terdahulu dan bangsa-bangsa asing. Bagi orang yang mencari kebenaran, tidak ada nilai yang lebih tinggi daripada kebenaran itu sendiri; ia tidak pernah merendahkan dan mencela orang yang mencarinya, tetapi justru menghargai dan menghormati nya (Al Kindi)
Alkisah, pada suatu
ketika seorang raja ingin menguji kesadaran para warganya. Raja memerintahkan agar setiap orang, pada suatu malam yang ditetapkan, membawa madu
untuk dituangkan dalam bejana yang telah disediakan di puncak bukit dekat kota. Seluruh warganya memahami
keinginan sang warga dan mereka menyatakan bersedia untuk melaksanakan perintahnya.
Tiba pada
waktu yang telah ditentukan, seorang
warga kota (sebut saja si A) memiliki
fikiran untuk mengelak, karena ia beranggapan bahwa sang Raja tidak akan tahu
kalau hanya ia sendiri yang tidak membawa Madu. Dalam fikirannya ia akan
membawa air. Menurutnya, sesendok air tidak akan mempengaruhi bejana madu yang
telah dibawa oleh orang lain, apalagi itu dibawa pada malam hari yang gelap,
pasti tidak akan ketahuan.
Kemudian apa
yang terjadi? Sang Raja kaget, ternyata seluruh bejana yang
telah disediakan untuk madu terisi
air. Rupanya seluruh warga berfikiran sama dengan si A. Mereka mengharapkan
warga lain untuk membawa madu sambil membebaskan diri dari tangung jawab. Dan
si Rajapun kecewa atas perilaku warganya.
Kisah simbolik
seperti ini mungkin saja sering terjadi dalam kasus sehari-hari. Misalnya saat
kita buang sampah, kita mungkin berfikir, “sebuah keresek tidak akan berpengaruh
apa-apa terhadap lingkungan kita”, dan ternyata fikiran itu ada di semua orang.
Alhasil, lingkungan kita menjadi gunung sampah keresek. Ibarat gigi-gigi mesin
yang saling bergesekan untuk bergerak, maka jika satu gigi tidak bergerak, maka
laju gigi-gigi lain pun akan terhambat. Oleh karena itu, kita tidak bisa mengandalkan orang lain untuk
berbuat baik. Kita sendiri yang harus mau berbuat baik.
Diri kitalah yang harus berbuat
baik.
Maka mulailah dari diri sendiri.
Setiap orang adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Berbuat baik
terhadap diri sendiri, terhadap orang di sekitar, terhadap alam dan terhadap Allah merupakan cerminan Akhlak. Akhlak yang
baik merupakan dasar berjalannya roda kehidupan yang baik.
Akhlak yang baik akan membantu timbangan manusia di hari kiamat, bahkan di dunia pun,
akhlak menjadi bahan pertimbangan kualitas seseorang. Karena itu Rasulullah
saw. diutus oleh Allah dengan misi menyempurnakan akhlak yang baik pada manusia.
Maka berbuat baiklah dari diri sendiri, karena bila bukan kita yang berbuat baik, lalu siapa lagi? Tetapi bila hanya untuk kita
saja kebaikan kita memangnya siapa kita? Mulailah berbuat baik dari
diri sendiri, saat ini, dan dari hal-hal terkecil. Semoga kita menjadi orang
yang selalu berbuat baik di mana saja, kapan saja, untuk siapa saja.
Allahu’alam
Hasbuallah wanikmal wakil