Pages

Rabu, 11 Desember 2013

Intelektual Tercerahkan

"Intelektual tercerahkan". Kosakata inilah yang saya dapat dari Perjalanan hari kemaren (8-11 Desemer 2013) di Yogyakarta. Istilah ini saya dapat di Acara Promosi doktor Fakultas Filsafat UGM. Promopendus pada sidang terbuka tersebut merupakan salah seorang Dosen Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, dengan penyajian disertasinya yang berjudul"Pemikiran Ali Syari'ati tentang Revolusi dalam Perspektif Filsafat Sosial dan Relevansinya denga Perubahan Indonesia". Di sini saya tidak akan membahas isi dari disertasi itu, tapi sekedar perenungan saya tentang Istilah intelektual tercerahkan yang banyak disampaikan oleh kandidiat Doktor (pada waktu itu, yang sekarang sudah menjadi Doktor Filsafat UGM yang ke 97) UGM tersebut.

Dalam pemahaman saya sebagaimana yang telah disampaikan oleh Promopendus pada hari itu, Intelektual tercerahkan merupakan sebuah istilah untuk mengungkapkan keadaan seorang intelektual (para dosen, ilmuwan) yang mampu menggerakkan orang lain, mampu membangkitkan kesadaran orang lain untuk melakukan pergerakan (melakukan Revolusi), melakukan kegiatan positif agar terjadi perubahan signifikan yang lebih baik dalam kehidupan. Istilah ini tentunya sejalan dengan kata"Kemanfaatan". Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi manusia lain. Keberadaan seseorang harus sampai kepada titik kemanfaatan dalam kehidupannya. Jika belum mencapai tersebut, maka seseorang harus kembali  merenungkan keberadaanya, kenapa hal itu sampai terjadi. Jika Ia sampai tidak bisa ditemukan jawabannya, Maka Sunnatullah lah yang akan segera menghempaskan keberadaannya di dunia ini, dan Ia akan mempertanggug jawabkan di hadapan Sang pencipta perbuatannya.

Abbas All 'Aqqad, seorang cendekiawan mesir, sebagaimana yang dikutip oleh Pak Prof. Quraish Shihab dalam buku terbarunya Kematian adalah Nikmat (2013: 37) pernah memberikan nasehat kepada seorang sarjana baru, di acara wisuda. Beliau berkata:
Teruslah berjalan dan berjalan. Janganlah berhenti berjalan. Kalau perjalanan meletihkanmu, maka duduklah, dan bila engkau duduk, lihatlah ke belakangmu, apa yang telah kau lakukan dan apa pula yang telah kau persembahkan. Kalau engkau tidak menemukan sesuatu yang telah engkau hasilkan, maka lanjutkanlah lagi perjalananmu, dan bila engkau letih, duduk lagi untuk melakukan instrospeksi dan jangan pernah berhenti bertanya "Apakah engkau telah memilih jalan yang benar? apakah jalan yang kau pilih itu menjadikanmu sesuatu yang berarti? Apakah jalan yang kau lalui itu datar atau penuh dengan rintangan? Apakah kau bisa melompati hambatan itu? Apakah kau memperhatikan kakimu saat berjalan? Apakah kau melihat langit dan bertanya Apa yang ada di atas kita ini? Apakah engkau punya peranan? apakah engkau dibutuhkan? Kalau engkau tidak melakukan dalam hidupmu, maka tidak perlu engkau melanjutkan langkah lagi"
Kalimat  Apakah engkau punya peranan, apakah engkau dibutuhkan, menggambarkan tentang bagaimana seharusnya seseorang itu memiliki kontribusi positif dalam kehidupan. Karena itu manusia harus mengusahakan berbagai hal agar ia menjadi bagian dari MANFAAT. bukankah dalam Al Quran  telah disampaikan  "Seseorang manusia tidak akan mendapatkan sesuatu selain dari apa yang diusahakanya (QS. an-Najm [53]:39)". Jika ingin bermanfaat maka lakukanlah hal yang bermanfaat.

Sudah menjadi kewajiban bagi semua orang untuk saling mengingatkan, saling memberi dukungan, dan memberi kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain. Karena manusia terbaik adalah manusia yang keberadaanya memiliki banyak kontribusi positif bagi orang lain; keberadaanya menginspirasi bagi orang lain; keberadaanya selalu membawa nilai-nilai positif dan kebaikan bagi sekelilingnya. Lebih khusus bagi seorang terpelajar. Seorang terpelajar tentunya harus mampu menyemaikan benih-benih kebaikan terhadap masyarakat di sekitarnya dan menjadi percontohan bagi masyarakatnya. Jangan sampai seorang yang mengaku terpelajar, masih asik mengurusi kesenangan pribadinya, tanpa memperdulikan keadaan orang lain, seperti pemberitaan-pemberitaan miring dari para politisi yang terjerat Korupsi yang mereka mengaku sebagai SEORANG TERPELAJAR. Oh... Lucunya negeri ini... Seorang yang mengaku-ngaku terpelajar bahkan suka ngajari oranglain ternyata belum benar-benar belajar dari apa yang telah dipelajarinya.... jadi apa yang harus dimiliki oleh  orang-orang terpelajar?

Korupsi, sex bebas, tawuran, kerusuhan, demo anarkis, merupakan pemberitaan yang sering ada di negara Indonesia saat-saat ini. Tak tanggung-tanggung, para pelaku merupakan orang yang katanya berpendidikan, lulusan sarjana, magister, bahkan doktor di Universitas terkemuka Indonesia. Apa yang terjadi pada pendidikan Indonesia sebenarnya? adakah bagian yang hilang dari pendidikan Indonesia saat ini?

Pendidikan saat ini lebih cenderung ke arah pembekalan keterampilan kognitif, tanpa diberikan ketrampilan dasar afektif  moral, yang memang secara khusus menanamkan nilai-nilai penting yang berguna bagi kehidupan. Pendidikan saat ini minim akan Pendidikan Umum, pendidikan yang mengarahkan kepada pembentukan manusia secara utuh, yang menyeimbangkan kebutuhan kognitif, afektif dan psikomotorik manusia. Pendidikan umum sejatinya merupakan pendidikan dalam  menemukan makna-makna esensi dalam kehidupan (esensial meaning); dalam  memelihara nilai-nilai yang baik (good character), dan mengintegrasikan setiap pemahaman dengan pengalamannya (integrated); sehingga membentuk kerpribadian manusia yang utuh.   

Pendidikan harus berupaya agar subjek didiknya mampu mengenali dirinya dan memperjuangkan nilai-nilai hakiki. Seorang Filsof berkata "Hidup adalah perjuangan, separuhnya adalah pengenalan diri, dan sisanya adalah upaya menerapakan nilai-nilai luhur (Shihab, 2013: 38)". Yang mesti dimilki oleh orang-orang saat ini adalah KESADARAN DIRI dan KRISTALISASI NILAI-NILAI LUHUR. dalam Islam, nilai-nilai Luhur itu terdapat pada sifat-sifat Tuhan, sehingga dalam Islam ada pesan yang menganjurkan untuk "Berakhlaklah dengan Akhlak Tuhan

Bangsa Indonesia perlu membangun strategi perumusan yang bertolak dari nilai-nilai hakiki, berupa penghormatan terhadap apa yang suci, apa yang esensial, dan apa yang spiritual dari manusia, yang kesmuanya itu ada dalam nilai agama (religion). Tafsir (2013: 134) menjelaskan bahwa Kemanusian manusia ada dalam hatinya. Hatinya itulah yang mengendalikan manusia. Karena itu pendidikan seharusnya mengutamakan pembinaan hati. Supaya berkembang menjadi hati yang baik, hati harus berisi kebaikan. Tuhan adalah kebaikan tertinggi. Karena itu agar menjadi baik hati harus berisi Tuhan.

Untuk itu, Para pakar pendidikan Umum haruslah kembali membangun paradigma berfikirnya untuk memberikan kemanfaatan bagi masyarakat luas. Investasi untuk membentuk intelektual tercerahkan di tengah-tengah masyarakat yang mengalami berbagai krisis nilai. Pendidikan Umum adalah Kunci Pembinaan bagi bangsa Indonesia. Melalui Pendidikan Umum, subjek didik di lingkungan keluarga, sekolah, atau masyarakat diajarkan untuk pandai mengolah fikir, mengolah rasa dan raga untuk tujuan-tujuan yang luhur, sehingga termotivasi dan teregrak (tercerahkan) untuk melakukan hal-hal yang baik, tujuan yang baik, dengan cara-cara yang baik.

Allahu'alam
Hasbunallah wanikmal wakil 

Ciamis, 11-12-2013