Menemukan makna hidup merupakan kebutuhan yang sangat fundamental bagi manusia. Nitzsche mengatakan bahwa " siapa yang memiliki alasan untuk hidup akan sanggup mengatasi persoalan hidup dengan cara apapun". Manusia harus belajar bahwa hidup mengemban tanggung jawab untuk mendapat jawaban-jawaban yang tepat; untuk mengatasi setiap masalahnya; untuk mengisi tugas yang telah terformat untuk dirinya. Kita perlu menghentikan bertanya tentang makna hidup dan sebaliknya berfikir tentang diri kita sebagaimana ditanyakan oleh hidup. Kita tidak perlu banyak bertanya bagaimana, tapi cukuplah kita menjalankan dan menikmati apa yang kita kerjakan. JIka suatu ketika kita mendapat penderitaan, kita mesti bisa menerima penderitaannya itu sebagai bentuk tugas yang harus dijalani. Melalui pengalaman nya di kamp tahanan dan pekerjaannya sebagai seorang Psikolog, Victor Frankl banyak menuturkan tentang makna hidup, dan pentingnya makna hidup untuk kehidupan manusia.
Happiness cannot be pursued; it must ensue (p. 17) kebahagiaan bukan untuk dikejar;
kebahagiaan harus terjadi. Happiness
must happen, and the same holds for success: you
have to let it happen by not
caring about it. I want you to
listen to what your conscience commands you to do and go on to carry it
out to the best of your knowledge. Then you will live to see that in the long run. success will follow you precisely because you had forgotten to think
of it." (p.17) Kebahagiaan harus terjadi, dan ini juga berlaku untuk
sukses: Anda cukup membiarkan hal itu
terjadi, dengan tidak memperdulikan tentang hal itu. Saya ingin Anda mendengarkan petunjuk hati
nurani Anda, dan lakukanlah hal itu, dengan tidak memperdulikan pengetahuan
Anda. Kemudian Anda akan melihat bahwa dalam jangka panjang, sukses akan
mengikuti Anda justru karena Anda lupa untuk memikirkan itu."
that the human being is completely and unavoidably influenced by his surroundings. (p.86) bahwa keberadaan manusia itu mau tidak mau akan dipengaruhi oleh lingkungannya.
The salvation of man is through love and in love. I
understood how a man who has nothing left in
this world still may know bliss,
be it only for a brief moment, in the contemplation of his beloved. (57) hal yang bisa menyelematkan manusia
adalan berfikir tentang cinta dan berada dalam cinta. Saya mengerti bagaimana
seseorang yang tidak memiliki apapun di dunia ini masih mungkin tahu
kebahagiaan, walaupun hanya untuk sesaat, yaitu ketika ia mengingat yang dicintainya.
Di dalam kamp tahanan orang-orang tidak bisa bertemu
denga istrinya dan mengetahui bagaimana keadaan istrinya, apakah ia masih hidup
atau tidak. Di sana Frank belajar bahwa “Love goes very far beyond the physical person of the beloved. (p.58) Cinta mampu
berjalan melebihi fisik yang dicintanya.
The experiences of camp
life show that man does have a
choice of action. There were enough
examples, often of a heroic nature, which proved that apathy could be
overcome, irritability
suppressed. Man can preserve a vestige
of spiritual freedom, of independence of mind, even in such terrible conditions of psychic and
physical stress. (p. 86) Pengalaman di kamp penampungan
menunjukkan bahwa manusia memiliki pilihan tindakan. Ada cukup banyak contoh
heroik, yang membuktikan bahwa sikap apatis bisa diatasi, perasaan cepat marah
bisa ditekan. Seseorang dapat menjaga
sisa kebebasan spiritualnya, kemerdekaan pikirannya, bahkan dalam kondisi stres
fisik dan psikis nya.
They may have been few in
number, but they offer sufficient proof that everything can be taken
from a man but one thing: the last of
the human freedoms - to choose one's
attitude in any given set of
circumstances, to choose one's own way. (p. 86) Mungkin segala sesuatu yang dimilki oleh
orang-orang di kamp penampungan telah diambil, kecuali “Kebebasan” nya sebagai
manusia untuk memilih sikap dalam setiap keadaan, dalam menentukan jalan mereka
sendiri.
spiritual freedom
- which cannot be taken away - that makes life
meaningful and purposeful. (p. 87) kebebasan spiritual- yang tidak dapat dibawa pergi - membuat hidup lebih bermakna dan terarah.
If there is a meaning in
life at all, then there must be a meaning in suffering.
Suffering is an ineradicable part of life,
even as fate and death.
Without suffering and death human life cannot be complete. (p.88) Jika makna bisa ditemukan dalam semua
kehidupan, maka penderitaan pun harus memiliki makna. Penderitaan merupakan bagian yang tidak dapat dihilangkan dari kehidupan, seperti
nasib dan kematian. Tanpa penderitaan dan kematian, kehidupan manusia tidak bisa lengkap.
And there were always choices to make. Every day,every
hour, offered the opportunity to make a decision, a decision which determined
whether you would or would not submit to those powers which threatened to rob
you of your very self, your inner
freedom; which determined whether
or not you would become the plaything
of circumstance, renouncing
freedom and dignity to
become molded into the
form of the typical inmate. (p.
87) Dan di sana selalu ada pilihan untuk dibuat. Setiap hari, setiap jam, selalu menawarkan kesempatan untuk membuat keputusan,
keputusan yang menentukan apakah Anda akan tunduk kepada kekuatan-kekuatan yang mengancam dan merampok dari diri Anda
atau tidak; kebebasan batin Anda yang menentukan apakah
Anda akan menjadi barang mainan
yang menyangkal kebebasan dan martabat
narapidana yang khas.
What you have
experienced, no power on earth can take from you.
Not only our experiences, but all we have done, whatever great thoughts we may
have had, and all we have suffered, all this is not lost, though it is past;
we have brought it into being. (p. 105) Apa pun pengaaman yang kau dapat,tak ada
kekuatan satupun yang bisa mengambilnya darimu. Tidak hanya pengalaman kita,
tapi apapun yang kita punya, apapun
pemikiran besar yangkitapunya, dan apapun penderitaan kita, semua tidak pernah
hilang, meskipun itu pemikiran masa lalu, kita tetap membawanya ke dalam
keadaan kita.
that human life, under
any circumstances, never ceases to have a meaning, and that
this infinite meaning of life
includes suffering and dying, privation and death. (p. 105) bahwa kehidupan manusia, dalam
keadaan apapun, tidak pernah berhenti untuk medapat makna, dan bahwa makna tak terbatas ini tetap ada termasuk untuk mereka yang menderita dan sekarat, yang mendapat penderitaan dan kematian.
Menemukan makna hidup merupakan Motif utama manusia bukan
“rasionalisasi sekunder” dorongan
manusia. Makna ini unik dan spesifik, dan hanya dapat dipenuhi oleh manusia
itu sendiri. Ada beberapa penulis yang berpendapat bahwa makna dan nilai
merupakan mekanisme pertahanan diri, formasi reaksi dan sublimasi manusia. Tapi
Frank berpendapat bahwa “aku tidak akan bersedia hidup hanya demi
"mekanisme pertahanan," atau demi "formasi reaksi." Man,
however, is able to live and even to die for the sake of his ideals and values!
(p.121) Seseorang itu, bagaimanapun, mampu untuk hidup dan bahkan mati demi
cita-cita dan nilai-nilai-nya!”
Hidup itu masalah, masalah yang selalu akan datang dan belum akan berakhir. Namun orang-orang bebas memandang masalahnya apakah ia akan memilih pandangan optimis dengan mamandang masalah sebagai tantangan, ataukah sebaliknya, menganggap masalah adalah masalah yang tidak bisa ditaklukan sehingga ia diam tidak melakukan apa-apa.
With his loss of
belief in the future, he also
lost his spiritual hold; he let
himself decline and became
subject to mental and physical decay.
(p.95) dengan
kehilangan kepercayaan pada masa depan, para tahanan kehilangan pegangan spiritualitas
nya; dia membiarkan dirinya jatuh dan menjadi subjek kehancuran mental dan
fisik nya.
Ultimately, man
should not ask what the meaning of his life is, but rather he must
recognize that it is he who is asked. In a word, each man is questioned by life; and he can only answer to
life by answering for his own life; to life he can only respond by being
responsible.(p.131) Pada akhirnya, orang tidak harus bertanya apa makna dari hidupnya, tetapi
sebaliknya ia harus mengenali apa yang yang ditanyakan oleh hidup. Dengan kata
lain, setiap orang dipertanyakan oleh kehidupannya; dan ia hanya bisa menjawab kehidupan
dengan menjawab hidupnya sendiri; kehidupan hanya bisa direspon dengan bertanggung
jawab.(p.131). Tanggung Jawab merupakan esensi dari keberadaan manusia.
Makna hidup dapat digambarkan dalam tiga cara yang berbeda
“(1) by creating a work or doing a deed; (2) by experiencing something or
encountering someone; and (3) by the attitude we take toward unavoidable suffering”. (p.133)
- dengan menciptakan pekerjaan atau melakukan perbuatan,
- dengan mengalami sesuatu atau menghadapi seseorang (misalnya jatuh cinta, menemukan ketakjuban alam, dll.), dan
- sikap kita terhadap penderitaan yang tidak dapat dihindari.
“a human being is a finite thing, and his freedom is restricted. It is not freedom
from conditions, but it is freedom
to take a stand toward the conditions” (p.153) Keberadaan manusia itu terbatas, dan
kebebasannyapun dibatasi. Tidak ada yang bebas dari keadaan, yang ada adalah
kebebasan untuk “menyikapi” keadaan.
Frankl, V. (1984). Man’s Search of Meaning. New
York: Washington Square Press